Putra Daerah

Sosok Joscha Dafa Allegra Tombokan, Raih Beasiswa ke Polandia Dengan Belajar Lewat Sosmed

Ini adalah kisah Joscha Dafa Allegra Tombokan yang memanfaatkan media sosial untuk belajar hingga meraih impiannya Beasiswa ke Polandia

Editor: eben haezer
ist/dok. pribadi
Joscha Dafa Allegra Tombokan (dua dari kiri) saat mengikuti program beasiswa IISMA ke Polandia 

TRIBUNMATARAMAN.COM | SURABAYA - Ini adalah kisah Joscha Dafa Allegra Tombokan yang memanfaatkan media sosial untuk belajar hingga meraih impiannya Beasiswa ke luar negeri.

Pemuda asli Surabaya yang akrab dipanggil Joscha (21) punya cara belajar yang ‘simple’ untuk mewujudkan impiannya.

Bagi Joscha, media sosial adalah ‘pedang bermata dua’ ia memilih memanfaatkannya untuk belajar dengan mengisi feed-nya dengan konten edukatif agar tetap produktif.

"Aku nggak cuma belajar dari buku atau jurnal aja, tapi diimbangi dengan belajar lewat media sosial. Makanya, aku isi feed-ku dengan konten edukatif biar waktu di sosmed tetap produktif," katanya.

Baca juga: Al Divi Rarindrayana Siswa MTsN di Kota Blitar Hasilkan Dolar dari Jual Karakter Game Roblox

Joscha mengetahui beasiswa IISMA dari teman kuliahnya, lalu tertarik dan segera mencari tahu persyaratannya.

"Aku pertama kali tahu beasiswa IISMA dari teman yang share di Instagram. Setelah aku cari tahu, ternyata beasiswa ini dari Kemendikbud dan bisa buat belajar di luar negeri selama satu semester," ungkapnya

Joscha kemudian membuka informasi lebih lanjut tentang IISMA Camp melalui Kantor Urusan Internasional (KUI). 

Tak disangka, Ia terpilih sebagai salah satu dari tiga mahasiswa jurusan Hubungan Internasional yang diikutsertakan dalam program persiapan tersebut.

"Selama ikut IISMA Camp, aku dibimbing oleh KUI. Aku belajar cara daftar beasiswa IISMA, meningkatkan kemampuan bahasa Inggris lewat tes EPT, dan strategi menghadapi wawancara, termasuk apa yang harus disampaikan supaya bisa lolos," jelasnya

Joscha mengaku, dengan beasiswa ini dia ingin keluar dari ‘zona nyaman’ dan ‘push his limit’, serta membanggakan kedua orangtua dan teman-temannya yang mendukungnya.

"Aku ingin keluar dari zona nyaman, push limit diri, membanggakan orang tua, dan dapat dukungan teman-teman, jadi makin semangat," pungkasnya

Lelaki berdarah Manado dan Madura ini menjelaskan, persaingan untuk mendaftar beasiswa IISMA cukup ketat.

"Persaingan beasiswa IISMA sangat ketat karena pesertanya dari seluruh Indonesia, termasuk banyak mahasiswa hebat dan berprestasi," 

Demi mewujudkan impiannya, ia berlatih secara maksimal dan tekun untuk mengetahui batas kemampuannya. Dia menghabiskan waktu selama 1,5 bulan untuk belajar.

"Aku belajar serius selama 1,5 bulan. Pertama, fokus menulis essay, lalu persiapan tes EPT terutama listening dan writing, terakhir latihan wawancara yang wajib pakai bahasa Inggris dan pelajari tips supaya tidak bingung jawab pertanyaan," jelasnya

Joscha berhasil meraih skor 130 di Duolingo English Test, yang setara dengan skor sekitar 7 jika dikonversi ke IELTS.

Setelah melewati rintangan yang panjang, ia akhirnya mendapat kabar baik melalui penerimaan beasiswa IISMA ke Polandia.

Di sana, dia memilih University of Warsaw sebagai tempat belajar. 

Menurutnya, universitas tersebut lebih menarik dan memberikannya peluang lebih besar ketimbang universitas lain yang tingkat persaingannya lebih ketat. 

Selain itu, ia mempertimbangkan faktor biaya hidup yang lebih terjangkau di Polandia, sehingga lebih mudah mengatur anggaran selama tinggal di sana.

"Aku pilih University of Warsaw karena persaingannya nggak terlalu ketat dan biaya hidup di Polandia lebih terjangkau," katanya.

Terbang ke Polandia

Awal September 2024, waktu yang ditunggu Joscha tiba

Bersama 12 temannya, dia terbang ke Polandia melalui Bandara Soekarno-Hatta. 

“Awal September, aku berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 12 siang bersama 12 mahasiswa lainnya. Dari total 60 peserta, aku termasuk dalam batch 2,”

Setelah sampai di Polandia, Ia tinggal di Asrama kampusnya yang kebetulan berada di tengah kota, sehingga akses ke berbagai tempat menjadi mudah.

Sesudah beberapa waktu tinggal dan beradaptasi dengan lingkungan disana, ia menemui banyak pengetahuan dan ilmu baru.

Ia beruntung karena sering diajak tour oleh tim kampus, sehingga bisa memahami budaya Polandia dan melatih komunikasi bahasa Inggris.

“Aku tidak hanya belajar mata kuliah, tapi juga sejarah, budaya, dan cara berkomunikasi dengan berbagai orang. Tim University of Warsaw sering mengajak tour ke kota bersejarah, sehingga aku bisa belajar lebih banyak dan melatih bahasa Inggrisku," 

Ia juga menceritakan salah satu pengalaman yang sangat berharga sewaktu dirinya di Polandia.

Joscha menceritakan bahwa trip paling berkesan adalah mengunjungi penjara terkenal dari masa Perang Dunia II di kamp konsentrasi Jerman.

Joscha merasa beruntung karena dosennya adalah mantan duta besar Polandia untuk Indonesia, Tomasz Lukaszuk, saat era pemerintahan SBY.

Dari dosen tersebut, Joscha banyak belajar tentang Indonesia dan mendapatkan wawasan baru mengenai hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Polandia dan Uni Eropa.

“Trip paling berkesan bagiku adalah mengunjungi penjara di kamp konsentrasi Jerman pada Perang Dunia II. Aku juga beruntung belajar dari dosenku, mantan duta besar Polandia untuk Indonesia, tentang hubungan diplomatik Indonesia dengan Polandia dan Uni Eropa,” ungkapnya

Tak bisa dipungkiri karena dirinya adalah warga negara Indonesia, ia juga sempat merasa beberapa kendala yang ia alami selama di Polandia.

Joscha menjelaskan bahwa salah satu kendala yang dia hadapi di Polandia adalah bahasa, karena di Warsawa banyak orang yang tidak fasih berbahasa Inggris.

Sehingga dia harus belajar bahasa Polandia meski hanya dasar-dasarnya. 

Selain itu, dia juga menghadapi tantangan cuaca dan makanan, terutama saat musim dingin tiba di bulan Oktober, yang sangat berbeda dengan iklim tropis Indonesia dan terasa sangat dingin baginya.

“Aku kesulitan bahasa karena banyak orang di Warsaw tidak fasih Inggris, jadi aku harus belajar bahasa Polandia dasar. Cuaca juga jadi tantangan, terutama musim dingin yang sangat dingin berbeda dengan iklim tropis Indonesia,”

Selama tinggal 1 semester sekitar 4 bulan lamanya, Joscha sempat terbiasa dan terbawa budaya dari Polandia ke Indonesia.

Joscha mengatakan, nilai budaya antara Indonesia dan Polandia cukup berbeda.

Ia mengamati bahwa orang Polandia sangat tertib, misalnya saat menyeberang jalan, kendaraan akan menunggu pejalan kaki walaupun lampu sudah hijau. 

Menurutnya, kebiasaan ini penting untuk diterapkan di Indonesia.

Selain itu, orang Polandia juga sangat tepat waktu, sehingga kebiasaan tersebut terbawa olehnya sampai kembali ke Indonesia.

"Aku lihat nilai budaya kita dengan mereka jauh beda. Orang Polandia sangat tertib. Misalnya, saat aku menyeberang jalan, kendaraan menunggu walaupun lampunya sudah hijau. Menurutku, kebiasaan itu perlu diterapkan di Indonesia. Selain itu, orang di sana juga selalu tepat waktu, dan aku jadi terbiasa membawa kebiasaan itu sampai di Indonesia," jelasnya

Sebagai mahasiswa Indonesia, di Polandia, Joscha juga menerapkan budaya yang merepresentasikan Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa biasanya orang Indonesia murah senyum dan sangat ramah, sedangkan di sana orang-orang terkesan lebih datar dan tidak langsung terbuka saat baru kenal.

Meski begitu, dia tetap berusaha ramah dan sopan dengan memberi salam serta mengucapkan terima kasih kepada dosen, meski itu tidak biasa di sana.

“Aku juga selalu jaga sopan santun, seperti memberi salam dan mengucapkan terima kasih ke dosen, walaupun di sini itu bukan hal yang biasa setelah kelas selesai,” imbuhnya. 

Ambivert

Joscha mengaku dirinya seorang ambivert. Terkadang menikmati keramaian, tapi juga senang menyendiri.

Saat berkenalan dengan teman-teman di sana, terutama mahasiswa exchange, ia merasa lebih mudah berinteraksi karena mereka fasih berbahasa Inggris. 

Ia pun menjadi lebih antusias dan banyak bertanya, seperti asal negara dan program yang mereka ikuti.

“Aku ambivert, kadang suka kumpul bareng teman, kadang sendiri. Tapi waktu kenalan sama mahasiswa exchange di sana, aku jadi lebih talkative karena mereka bisa bahasa Inggris, jadi lebih mudah buat interaksi dan ngobrol,” ujarnya

Meskipun Joscha memiliki kepribadian ambivert, dirinya tetap merasa bersemangat untuk membangun hubungan pertemanannya selama disana.

“Pengalaman paling berkesan itu bisa kenal teman dari berbagai negara dan belajar budaya Polandia. Aku bener-bener enjoy selama di sana,” katanya

Ia menceritakan sebagian besar teman yang ia temui di sana berasal dari Polandia, karena mereka merupakan penduduk lokal.

Ia juga sering bertemu mahasiswa dari Jepang, China, Prancis, dan Italia.

Rindu Rumah

Joscha mengaku sempat rindu Indonesia, terutama di bulan pertama.

Ia kangen makanan yang kaya rempah karena makanan di Polandia hambar dan jarang menggunakan nasi.

Ia juga merindukan cuaca tropis, keluarganya, serta teman-teman di Indonesia.

Perbedaan waktu sekitar 5 jam membuat komunikasi dengan keluarga harus dijadwalkan, dan suasana di Polandia terasa sepi tanpa teman-teman dekat.

“Aku kangen makanan berempah, cuaca Indonesia, keluarga, dan teman-teman. Beda waktu lima jam bikin aku harus atur telepon dengan keluarga,” pungkasnya

Pesan Untuk Para Pejuang Beasiswa

Joscha menyampaikan, agar para calon mahasiswa yang ingin belajar ke luar negeri tetap semangat dan memperbanyak belajar serta latihan karena beasiswa sangat kompetitif. 

Ia mengingatkan agar selama di luar negeri, mereka tidak melupakan dan justru memperkenalkan budaya Indonesia di negara tujuan. 

“Ingat, kalian bukan hanya belajar, tapi juga jadi ‘duta kecil Indonesia’. Taati aturan di sana supaya tidak menyinggung siapa pun," pungkasnya. 

(Bianca Arta/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved