Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung
Bupati Tulungagung Gelar Tradisi Boyongan Ndalem Keprabon, Berikut Simbol dan Makna Yang Terkandung
Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo menggelar tradisi Boyongan Ndalem Keprabon. ini makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya.
Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.COM | TULUNGAGUNG - Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo menggelar tradisi Boyongan Ndalem Keprabon, Jumat (8/3/2025) mulai pukul 22.00 WIB.
Tradisi ini menandai kepindahan Bupati dari rumah pribadi ke Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso selama menjabat 2025 hingga 2030 mendatang.
Prosesi dimulai kedatangan bupati di pintu gerbang pendopo beserta istri dan keluarga besar pengantarnya.
Bupati masuk ke dalam area pendopo dengan para pengiring sambil membawa ubo rampe (perlengkapan) boyongan.
Ada lampu ublik, tikar pandan lengkap dengan bantal dan guling, kendi berisi air, sapu lidi, beras serta ayam jago.
Sesampai di teras pendopo, rombongan bupati disambut oleh abdi cepuren, penjaga bumi tempat pendopo berada.
Bupati kemudian mengucurkan air dari kendi ke lantai teras pendopo, disusul istrinya yang menyapu dengan sapu lidi.
Setelah abdi cepuren mengizinkan, rombongan kemudian masuk ke dalam pendopo.
Menurut Karmaji, tokoh adat yang berlaku sebagai cepuren, lampu ublik melambangkan pepadhang penggalih (penerang jiwa).
Jika seorang pemimpin terang pikirannya, maka dia bisa berbuat adil untuk rakyatnya.
“Jika emosi saja, maka tidak akan ketemu solusi. Jiwa yang terang akan membuatnya lapang dada, menemukan kebijakan, dan bijaksana dalam perkataan,” ujarnya.
Sementara tikar pandan melambangkan, akan banyak hal yang akan terungkap di depan bupati sebagai pemimpin.
Termasuk sikap para pembenci yang harus disikapi bupati dengan bijaksana, tidak membuatnya terbawa isu.
Sedangkan bantal dan guling yang dibawa dari rumah mengingatkan, jangan merasa nyaman selama tinggal di pendopo hingga membuat terlena.
“Keberaraan di pendopo adalah sebagai pengayom. Harus bisa menjadi pemimpin, bapak sekaligus guru bagi Masyarakat Tulungagung,” papar Karmaji.
Sapu lidi melambangkan menghilangkan kotoran, termasuk sugesti buruk yang bisa mencelakakan.
Sapu lidi juga melambangkan kesatuan tekad serta bersatunya pemimpin dan rakyatnya, sehingga sulit untuk dipatahkan.
Sementara kendi dan air di dalamnya melambangkan kejernihan dan suasana yang adem.
“Jika semua terikat dalam kerukunan, maka suasananya akan adem, tidak mudah tersulit isu,” tambah Karmaji.
Beras mengingatkan, jika bupati hanya numpang cari makan di pendopo, sehingga tidak boleh terlena.
Ayam jago melambangkan pilihan, keberadaan bupati sebagai pilihan rakyat untuk menjadi pengayom.
Selama menjadi pengayom, bupati harus bisa memikirkan apa yang dimakan oleh rakyatnya.
“Pemimpin harus mau reresik (bersih-bersih), menghilangkan segala sugesti jahat. Yang dibersihkan hatinya, divisualkan dengan menyapu,” jelas Karmaji.
Sebelum disapu bersih, kemudian dikucuri air dari kendi supaya adem dan tidak menimbulkan debu atau masalah.
(david yohanes/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer
--
Bupati Tulungagung
Gatut Sunu Wibowo
Boyongan Ndalem Keprabon
tribunmataraman.com
Kabupaten Tulungagung
Listrik Sebabkan Emosi Warga Bekas Perkebunan Kaligentong Meluap di Depan Bupati Tulungagung |
![]() |
---|
Warga Padangan Tulungagung Dicokok Polisi Usai Ancam Warga dengan Parang Gegara Hal Ini |
![]() |
---|
Warga Lima Desa di Tulungagung Ini Tidak Bisa Akses Layanan Listrik PLN |
![]() |
---|
Festival Literasi Daerah Tulungagung, Upaya Mengarahkan Minat Baca Buku |
![]() |
---|
Pemkab Tulungagung Kebut 63 Proyek Jalan, Target Rampung Akhir 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.