Bernilai Ekonomis Lebih Tinggi, Warga Kediri Ubah Mangga Podang Jadi Olahan Crumble 

TRIBUNMATARAMAN.COM, KEDIRI - Kreativitas warga di Kabupaten Kediri, dalam mengolah mangga podang yang berlimpah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi semakin menguatkan keanekaragaman kuliner lokal.

Salah satunya adalah Mango Crumble, inovasi dari Rina seorang warga Desa Titik Kecamatan Semen yang antusias mengembangkan produk berbahan baku mangga khas Kediri ini. 

Rina menceritakan proses pembuatan Mangga Crumble yang begitu sederhana namun kaya cita rasa. Menurutnya, kunci utama dari hidangan ini terletak pada isian mangganya. 

"Kami memakai mangga podang, lalu menambahkan tepung maizena dan sedikit gula untuk membuat isian seperti selai, tetapi mangganya kami potong kotak-kotak agar teksturnya masih terasa," jelasnya usia di temui saat lomba crumble di Insumo Hotel Kediri, Sabtu (9/11/2024). 

Mangga tersebut lanjut Rina ditumis perlahan hingga airnya habis dan menciptakan rasa manis alami dengan sedikit rasa asam khas mangga podang.

Selain isian, adonan crumble menjadi bagian penting dari resep ini. Rina mengolah tepung terigu dengan sejumput garam, kayu manis, vanili, dan margarin segar hingga membentuk butiran kasar menyerupai tekstur tiwul atau nasi jagung.

"Kami tumis adonan crumble ini hingga berwarna kuning keemasan, seperti kacang sangrai, agar rasanya gurih dan renyah," tambahnya.

Setelah kedua elemen utama siap, Rina melanjutkan proses penyusunan crumble dan mangga pada loyang atau aluminium foil. 

"Crumble kami letakkan setengah bagian di bawah, kemudian diberi isian mangga, lalu ditutup lagi dengan crumble di atasnya," jelasnya.

Hasilnya adalah hidangan berlapis yang mirip pie namun memiliki sensasi lebih juicy dengan perpaduan rasa manis-asam dari mangga dan crumble yang renyah.

Kreasi Mango Crumble ini tidak hanya menawarkan cita rasa yang unik, tapi juga mendukung upaya memaksimalkan potensi mangga podang yang selama ini menjadi buah khas Kediri. 

Menurut Rina, dengan mengolah mangga menjadi produk olahan, nilai jual buah ini bisa jauh lebih tinggi dibandingkan jika dijual sebagai buah segar. 

"Daripada hanya menjual buah yang harganya di bawah Rp10 ribu per kilogram, kami bisa menjadikannya berbagai produk seperti makanan, minuman, hingga roti kering. Jadi lebih bernilai," ujarnya. 

Harga Mango Crumble, menurut Rina, sangat bervariasi tergantung pada bahan yang digunakan. Rina menyebutkan, bahkan dengan dua buah mangga saja, ia bisa membuat crumble yang harganya bisa mencapai Rp35 ribu jika menggunakan bahan berkualitas.

"Kalau pakai butter premium, tentu harga jualnya lebih tinggi. Tapi umumnya, kami menjual Mango Crumble mulai dari Rp15 ribu per porsi," katanya. 

Selain rasa dan nilai jualnya, proses pembuatan Mango Crumble ini ternyata cukup mudah, meski membutuhkan sedikit kesabaran.

"Kendalanya hanya saat menumis isiannya, harus sabar agar airnya benar-benar habis dan teksturnya tepat," ucap Rina. 

Kreativitas seperti yang dilakukan Rina ini merupakan upaya nyata dalam mengangkat produk lokal menjadi lebih bernilai. Mangga podang yang berlimpah saat musim panen apalagi di wilayah Kecamatan Semen, Grogol, Tarokan dan Banyakan kini bisa dimanfaatkan secara lebih maksimal. Masyarakat tidak lagi hanya mengandalkan penjualan buah segar, tetapi juga mengolahnya menjadi produk inovatif yang bisa meningkatkan penghasilan.

Rina berharap olahan ini dapat memperkenalkan cita rasa mangga podang Kediri ke khalayak luas, sekaligus membuka peluang usaha bagi warga lain untuk turut berkreasi.

Produk seperti Mango Crumble ini semakin menarik perhatian, tidak hanya dari warga Kediri tetapi juga para wisatawan. Salah satunya adalah Imaniarta, warga Kecamatan Gampengrejo, yang merasakan Mango Crumble berbahan mangga podang untuk pertama kalinya. Menurutnya, rasa gurih dari crumble berpadu sempurna dengan sensasi manis asam dari mangga podang, menciptakan kelezatan khas yang tak biasa.

"Istimewa dan enak. Cocok untuk lidah kita, dan harganya juga terjangkau," ujarnya antusias.

(Isya Anshori/TribunMataraman.com)

editor: eben haezer