Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Warga Terdampak Tol Kediri-Tulungagung Tak Percaya Pada Pengadilan, Begini Kata PN Tulungagung

Warga terdampak tol Kediri-Tulungagung tak mau menempuh jalur hukum karena tak percaya dan pesimistis pada pengadilan. Begini kata PN Tulungagung

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
Wakil Ketua PN Tulungagung, Nanang Zulkarnain Faisal. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Warga terdampak Tol Kediri-Tulungagung di Kelurahan Panggungrejo, Kecamatan Tulungagung menolak harga ganti rugi yang ditetapkan appraisal, dengan alasan masih di bawah harga pasaran.

Namun mereka juga mengaku tidak ingin menempuh mekanisme persidangan untuk mengubah harga appraisal itu.

Warga mengaku tidak percaya dengan pengadilan, karena menganggap rakyat kecil selalu kalah di pengadilan. 

Baca juga: Warga Panggungrejo yang Protes Ganti Rugi Tol Kediri-Tulungagung Tolak Penyelesaian Secara Hukum

Mereka juga menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan usia calon presiden dan wakil presiden.

Kejadian ini MK itu membuat warga semakin takut dan pesimis jika harus menempuh prosedur di pengadilan.

Menanggapi ketakutan warga, Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Nanang Zulkarnain Faisal, mengatakan bahwa publik harus memahami kata pengadilan.

“Pengadilan bukan penghukuman, atau pengalahan. Hakim selalu mempertimbangkan fakta hukum di persidangan,”ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, apabila seseorang mengajukan permohonan maka harus bisa membuktikan di persidangan.

Bukti-bukti di persidangan menjadi dasar hakim untuk memutuskan perkara.

Selain itu Mahkamah Agung juga telah berupaya menghapus image negatif pengadilan.

“Kami dituntut bahwa pengadilan adalah instansi yang familiar. Adalah hak setiap warga negara untuk mengajukan permohonan atau gugatan,” tegas Nanang.

Karena itu Nanang menekankan, warga yang keberatan dengan harga yang ditetapkan appraisal agar mengajukan keberatan ke PN Tulungagung.

Nantinya permohonan ini akan disidangkan oleh hakim tunggal, dan diputus dalam 30 hari kalender.

Ketentuan persidangan ini sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2021.

“Memang harus diajukan satu per satu, tidak bisa dalam bentuk class action,” ungkap Nanang.

Syarat permohonan adalah identitas pemohon dan alas hak tanah yang menjadi legal standing pemohon.

Selain itu pemohon juga wajib menyertakan bukti-bukti, seperti hasil musyawarah dan acuan harga yang menjadi dasar pemohon.

Jika harga yang ditetapkan appraisal dinilai terlalu rendah, maka pemohon harus bisa memberikan bukti pembanding.

“Misalnya kalau ada bukti surat harus difotokopi, kemudian dimeterai ulang di Kantor Pos,” papar Nanang.

Nanang pun mengaku pernah menyidangkan permohonan serupa saat proses pengadaan tanah tol Ngawi.

Saat itu ada puluhan warga yang mengajukan keberatan, namun tidak satu pun bisa membuktikan dasar keberatannya.

Hakim akhirnya memutus seluruhnya kalah dan tetap mengacu pada harga yang ditetapkan appraisal.

Lebih jauh Nanang mengungkapkan, PN Tulungagung siap menyidangkan semua pengajuan keberatan warga.

Sebab tidak menutup kemungkinan desa-desa lain yang dilewati proyek Tol Kediri-Tulungagung ini akan mengajukan keberatan.

“Ada 10 hakim di PN Tulungagung. Kami siap menyidangkan semua keberatan dari warga,” pungkas Nanang.

Sebelumnya ada 180 bidang tanah di Kelurahan Panggungrejo yang dilewati Tol Kediri-Tulungagung.

Kantor ATR/BPN Tulungagung mengungkap, 22 pemilik sudah tanda tangan setuju dengan harga yang ditetapkan appraisal, sisanya menolak.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved