Berita Terbaru Kabupaten Blitar

Siraman Pusaka Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo Blitar, Ribuan Warga Berebut Berkah

Warga Blitar lestarikan tradisi siraman pusaka Gong Kiai Pradah, yang diadakan setiap tahun seiring dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: faridmukarrom
Samsul Hadi
Warga Blitar lestarikan tradisi siraman pusaka Gong Kiai Pradah, yang diadakan setiap tahun seiring dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.. Foto Warga berebut tumpeng dan air siraman Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jumat (29/9/2023) 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, menjadi saksi ribuan warga yang memadati area tersebut.

Mereka berkumpul untuk menyaksikan tradisi siraman pusaka Gong Kiai Pradah, yang diadakan setiap tahun seiring dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Para warga berharap berkah dari gunungan tumpeng dan air bekas memandikan Gong Kiai Pradah.

Seperti diungkapkan Suyono, warga Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar. Suyono mengaku tiap tahun menyaksikan siraman Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo.

Suyono ingin mendapatkan air bekas memandikan pusaka Gong Kiai Pradah di acara siraman itu.

Warga berebut tumpeng dan air siraman Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jumat (29/9/2023)
Warga berebut tumpeng dan air siraman Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jumat (29/9/2023) (Samsul Hadi)

Suyono percaya air bekas memandikan Gong Kiai Pradah dapat membawa berkah.

"Tiap tahun saya ikut acara siraman Gong Kiai Pradah. Ingin mengambil air bekas siraman Gong Kiai Pradah, biar dapat berkah. Airnya bisa untuk obat penyakit dan awet muda," kata Suyono.

Warga lain, Sunarmi dari Desa Bumiayu, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar juga mengaku selalu ikut siraman Gong Kiai Pradah di Alun-alun Lodoyo tiap tahun.

Sama seperti Suyono, Sunarmi juga ingin mendapatkan tumpeng dan air bekas memandikan gong di acara siraman.

Menurut Sunarmi, tumpeng dan bekas air memandikan gong dapat membawa berkah.

"Ingin dapat air dan tumpengnya, biar mendapat berkah, diberi kesehatan dan rezeki lancar," katanya.

Sejak pagi, sejumlah warga baik dari dalam maupun luar Blitar sudah mulai berdatangan di Alun-alun Lodoyo.

Warga terlihat berdiri panas-panasan di sekitar bangunan panggung semi terbuka mirip menara pandang di tengah Alun-alun Lodoyo.

Bangunan panggung mirip menara pandang di tengah Alun-alun Lodoyo itu sebagai tempat siraman Gong Kiai Pradah.

Prosesi siraman Gong Kiai Pradah sendiri dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.

Siraman baru dilaksanakan setelah Bupati Blitar, Rini Syarifah atau Mak Rini dan pejabat Forkopimda Blitar juga sudah hadir di pendopo Alun-alun Lodoyo.

Setelah membuka acara, Mak Rini bersama pejabat Forkopimda menuju ke tempat siraman Gong Kiai Pradah.

Mak Rini bersama pejabat Forkopimda mengikuti prosesi siraman atau memandikan pusaka Gong Kiai Pradah.

Selesai siraman, Mak Rini terdengar memukul gong sambil mengucapkan kata 'awon opo sae' (jelek apa baik) sebanyak tujuh kali.

Ribuan warga yang berdiri panas-panasan sekitar tempat siraman serentak menjawab sae saat Mak Rini mengucapkan 'awon opo sae' sambil membunyikan gong.

Selesai siraman, Mak Rini dan pejabat Forkopimda yang berada di atas bangunan panggung membagikan air bekas memandikan Gong Kiai Pradah.

Warga terlihat berebut mendapatkan air bekas memandikan Gong Kiai Pradah. Beberapa warga menyodorkan botol bekas air mineral ke petugas agar diisi dengan air bekas memandikan Gong Kiai Pradah.

Sebagian warga lagi mengambil air bekas memandikan Gong Kiai Pradah yang disemprotkan oleh dua unit mobil pemadam kebakaran di lokasi.

Selain berebut air bekas siraman Gong Kiai Pradah, warga juga berebut gunungan tumpeng di lokasi.

Begitu mendengar pemuka agama membacakan doa, warga sudah saling berdesakan untuk berebut gunungan tumpeng.

Dalam sekejap, gunungan tumpeng langsung ludes bersamaan selesainya pembacaan doa.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso mengatakan siraman Gong Kiai Pradah rutin dilaksanakan setahun dua kali tiap Syawal dan Maulud.

Namun, acara siraman paling besar diselenggarakan pada Maulud.

"Siraman pada Syawal biasnya untuk warga lokal, tapi kalau Maulud yang datang dari berbagai daerah," katanya.

Dikatakannya, tradisi siraman Gong Kiai Pradah sudah mendapat sertifikat warisan budaya tak benda dari pemerintah pusat dan harus dilestarikan sebagai wisata adat di Kabupaten Blitar.

Selain melestarikan budaya, ia juga berharap tradisi siraman Gong Kiai Pradah dapat mendongkrak ekonomi masyarakat Kabupaten Blitar.

Sebab, dua minggu sebelum pelaksanaan siraman, juga digelar pasar rakyat di Alun-alun Lodoyo.

"Sekarang, pengunjungnya sudah mulai pulih seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19. Ke depan kami ingin kolaborasi dengan pelaku pariwisata agar pengunjung dari luar kota semakin banyak," ujarnya.

Suhendro menjelaskan, Gong Kiai Pradah merupakan pusaka milik Pangeran Prabu dari Surakarta.

Pangeran Prabu masuk ke Blitar dan sempat singgah di beberapa wilayah di Kabupaten Blitar.

Ketika masuk ke Blitar, Pangeran Prabu membawa beberapa benda pusaka salah satunya berbentuk gong yang diberi nama Kiai Becak atau Kiai Pradah.

"Di hari yang sama ini juga dilakukan siraman pusaka Kiai Bonto di Kebonsari, Kademangan. Kiai Bonto ini pusaka wayang krucil atau wayang kayu milik Pangeran Prabu. Sedang di Lodoyo dilakukan siraman Gong Kiai Pradah," katanya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Mataraman

(tribunmataraman.com)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved