Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

APDESI Tulungagung: Pemkab Wajib Menarik Sekdes PNS Karena Bertentangan Dengan Undang-undang Desa

APDESI Tulungagung menilai Pemkab Tulungagung harus segera menarik Sekdes Berstatus PNS karena bertentangan dengan UU Desa.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
ist/surya.co.id
Ilustrasi PNS 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Masih ada 43 Sekretaris Desa (Sekdes) dengan status PNS yang belum ditarik oleh Pemkab Tulungagung dari desa-desa.

Mereka masih dipertahankan dengan Peraturan Daerah (Perda) sampai Januari 2025.

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tulungagung, menyatakan penarikan Sekdes PNS tergantung dari kebutuhan desa.

Baca juga: Sekdes Berstatus PNS di Tulungagung Masih Akan Dapat Penghasilan Dobel Sampai Januari 2025

Sementara menurut Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Tulungagung, Anang Mustofa, mengatakan paradigma Pemdes yang harus mengajukan penarikan Sekdes PNS adalah salah.

Sebab sebagai PNS penempatan dilakukan oleh bupati, bukan kepala desa.

"Yang merekomendasi ASN jadi Sekdes itu bupati, bukan Kades. Kenapa Kades yang harus mengajukan penarikan?" ujar Anang.

Lanjutnya, selepas terbitnya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, maka Sekdes ASN sudah tidak relevan lagi dipertahankan.

Dalam Undang-undang Desa ditegaskan, perangkat desa diangkat dan diberhentikan Kades.

Seorang Kades tidak mungkin mengangkat dan memberhentikan jabatan seroang PNS.

"Kalau sudah tidak sesuai Undang-undang Desa, kenapa dipertahankan sampai 2025? Padahal sering muncul masalah," ucap Anang.

Anang menegaskan, keberadaan Sekdes PNS ini bisa memicu masalah hukum dengan Kades, karena dua aturan yang tumpang tindih.

Ia mencontohkan, Kades Pojok, Kecamatan Ngantru yang memberhentikan Sekdes PNS karena sudah berusia 58 tahun.

Kades mengacu pada Undang-undang Desa, bahwa dia punya hak untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat.

Namun Sekdes melawan dengan memasukkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena merasa berhak menjadi perangkat desa sampai usia 60 tahun.

Sekdes mengacu pada usia pensiun seorang PNS, sedangkan Sekdes yang bersangkutan mengacu pada Undang-undang Desa bahwa usia pensiun perangkat adalah 60 tahun.

Gugatan ini pun diterima PTUN karena mengacu pada Undang-undang Desa.

"Yang menugaskan dia adalah bupati, tapi yang repot adalah Pemerintah Desa. Kalau sudah gugat menggugat seperti ini kan merepotkan," papar Anang.

Lebih jauh, laki-laki yang menjabat Kades Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu ini mengungkapkan, Forum Komunikasi Pemerintah Desa (FKPD) Tulungagung pernah melakukan survei di tahun 2021 silam.

Hasil survei menunjukkan, 60 persen Sekdes PNS ini tidak bisa komputer.

Kondisi ini sangat merepotkan, karena seluruh sistem pemerintahan sudah menggunakan digitalisasi, seperti penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

"Rata-rata mereka sudah sepuh yang pensiun 2025 atau 2026. Rata-rata mereka hanya mengerjakan PPAT (urusan tanah)," tegas Anang.

Anang pun meyakini, BKPSDM tidak pernah mengukur kinerja Sekdes PNS.

Kinerja mereka sangat jauh dengan para perangkat yang baru direkrut selepas Undang-undang Desa diberlakukan.

Sekdes PNS ini mempunyai penghasilan besar, karena mereka digaji oleh negara namun juga mendapat tunjangan dari desa, selain pendapatan dari PPAT.

Bahkan setelah  pensiun mereka masih mendapatkan tali asih dari desa.

Tali asih ini biasanya berupa hak menggarap tanah aset desa untuk beberapa tahun selepas pensiun.

Karena itu APDESI menduga, upaya mempertahankan Sekdes PNS ini bersifat politis.

"Kalau mereka pensiun di desa kan masih dapat uang besar. Saat ini hanya Tulungagung yang masih punya Sekdes PNS," tandas Anang. (David Yohanes) 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved