Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Anak Penghayat Kepercayaan di Tulungagung Belum Punya Guru Agama, Masih Ikut Pelajaran Agama Lain

Anak-anak penghayat kepercayaan di Tulungagung sampai kini belum memiliki guru agama di sekolah mereka. Terpaksa ikut pelajaran agama lain

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
ist
Ilustrasi 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kabupaten Tulungagung berharap ada layanan guru agama untuk anak-anak mereka.

Selain itu para penghayat kepercayaan juga belum mendapatkan layanan khusus kematian.

Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK), Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tulungagung, Rindu Rikat.

“Kami belum punya wadah pendidikan. Tidak ada guru agama untuk anak-anak kami,” ucap Rindu.

Rindu yang juga seorang politisi ini mengaku pernah mengusulkan guru anak-anak penghayat  kepercayaan.

Namun sampai sekarang belum ada realisasi dari pemerintah dan pihak terkait.

Akibatnya anak-anak penghayat kepercayaan ini mengikuti pelajaran agama lain, seperti Islam.

Selain itu penghayat kepercayaan juga belum punya modin untuk upacara pemakaman.

“Maunya kami punya modin sendiri untuk kematian, karena itu harus ada. Selama ini masih ikut ke agama lain,” ujar Rindu.

Untuk layanan kependudukan, Rindu mengakui para penghayat telah dilayani dengan baik oleh Dispendukcapil.

Para penghayat diperbolehkan mencantumkan agama aslinya di kolom KTP.

Meski demikian Rindu juga mengakui, hanya sedikit yang mau terbuka dan mencantumkan Penghayat Kepercayaan pada kolom agama.

Pendataan yang pernah dilakukan, jumlah penghayat kepercayaan di Tulungagung mencapai 150.000 jiwa.

Mereka bergabung dalam berbagai paguyuban dan yang terbesar adalah Jowo Dipo.

Namun saat ini yang berani terang-terangan memunculkan identitas sebagai penghayat kepercayaan hanya sekitar 5000-10.000 orang saja, atau sekitar 5-10 persen.

“Mayoritas masih menggunakan identitas agama lain. Belum banyak yang terbuka dengan kepercayaannya,” tegas Rindu.

Lanjutnya, banyak penghayat kepercayaan yang masih bersembunyi dengan identitas agama lain.

Salah satu kekhawatirannya adalah, mereka akan mengalami kesulitan jika identitas kependudukannya sebagai penghayat kepercayaan.

Karena itu DPK HPK akan melakukan sosialisasi terkait layanan kependudukan maupun layanan sosial lain.

“Ketakutan itu karena mereka tidak paham. Kami akan sosialisasikan, kalau ada apa-apa jalurnya kemana, siapa yang dihubungi dan lain-lain,” papar Rindu.

HPK sudah dibentuk sejak 1946, namun organisasi ini sudah lama vakum di Kabupaten Tulungagung.

Rindu secara khusus ditunjuk DPP HPK menjadi ketua dan melakukan reorganisasi.

Salah satu upayanya dengan memilih beberapa milenial di dalam kepengurusan.

“HPK ini identik dengan orang yang sudah sepuh. Sekarang kami pilih yang muda-muda,” tegasnya.

Rindu juga ingin menghapus stigma HPK asal “Iso Silo Ngebong Dupo” (bisa bersila dan membakar dupa).

HPK akan didorong untuk terlibat aktif dalam kegiatan sosial maupun ekonomi di Tulungagung.

(David Yohanes/Tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved