Eksekusi Ruko Belga
PN Tulungagung Akhirnya Mengeksekusi Pengosongan Kawasan Ruko Belga, Begini Situasinya
PN Tulungagung akhirnya melaksanakan eksekusi pengosongan kawasan Ruko Belga yang legendaris. Begini suasananya
Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.COM - Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung akhirnya melaksanakan eksekusi pengosongan kawasan Ruko Belga di Jalan Agus Salim, Kabupaten Tulungagung, Rabu (14/12/2022).
Seluruh area ruko yang dikuasai 36 penyewa ini dikosongkan seluruhnya, dan dikembalikan ke Pemkab Tulungagung selaku pemilik aset.
Proses eksekusi lebih dulu memastikan seluruh bangunan dikosongkan.
Sebab sebelumnya masih ada sejumlah ruko yang masih dihuni hingga menjelang eksekusi.
Ruko yang masih digembok, kemudian dibuka paksa.
Sejumlah petugas kebersihan juga dikerahkan untuk mengeluarkan benda apa saja yang ada di dalam ruko.
Menurut Kepala PN Tulungagung, Ricky Fardinand, sebelumnya masih ada satu gereja yang belum pindah.
"Mereka meminta eksekusi dilakukan setelah Natal. Saya sampaikan ke pengurus gereja, tidak bisa," ujar Ricky.
Menurutnya, eksekusi pengosongan tidak bisa dibatalkan kecuali dengan alasan keamanan.
Alhasil saat petugas eksekusi tiba, pihak gereja masih proses pengosongan ruko.
Masih menurut Ricky, peringatan eksekusi ini sudah disampaikan pada Mei 2022 lalu.
"Seharusnya setelah menerima salinan putusan Mahkamah Agung, secara sukarela mengosongkan ruko. Kalau tidak mau mengosongkan sukarela maka akan dipaksa," ujarnya.
Ricki menambahkan, putusan Mahkamah Agung (MA) memerintahkan obyek sengketa, yaitu tanah lahan Ruko Belga.
Bangunan ruko di atasnya sebenarnya tidak termasuk dalam obyek sengketa.
Namun dalam perjanjian antara Pemkab Tulungagung dengan PT Prima selaku pengembang, menyebut ketika masa Hak Guna Bangunan (HGB) berakhir, obyek wajib dikembalikan.
Sedangkan bangunan di atasnya menjadi milik Pihak 1, yaitu Pemkab Tulungagung.
"Perjanjian itu tidak dibatalkan oleh pengadilan. Sehingga bangunan di atas obyek juga menjadi hak Pemkab Tulungagung," papar Ricky.
Selain mengembalikan obyek ke Pemkab Tulungagung, MA juga memerintahkan pembayaran ganti rugi masa sewa.
Dalam putusannya, MA merinci tanggungan 36 penyewa Ruko Belga dengan total mencapai Rp 22 miliar.
Jika ganti rugi sewa ini tidak dibayarkan para penyewa, maka pengadilan akan dilakukan sita harta.
Harta itu akan dilelang dan uang hasil lelang dipakai untuk membayar ganti rugi masa sewa.
Namun Ricky menegaskan, pengadilan tidak punya data harta milik para penyewa itu.
Karena itu Pemkab Tulungagung yang harus aktif mencari tahu aset para penyewa, dan diajukan penyitaan ke pengadilan.
"Pemkab bisa ajukan aset penyewa, nanti kami sita lalu diajukan untuk dilelang. Jadi harus satu-satu sampai seluruhnya terbayar," ucap Ricky.
Proses sita harta untuk pembayaran ganti rugi sewa ini dipastikan akan memakan waktu lama.
Karena itu fokus utama saat ini adalah pengosongan untuk dikembalikan ke Pemkab Tulungagung.
Sejarah Konflik
sebanyak 50 ruko di kawasan Belga ini disewa oleh 36 orang selama 20 tahun, dan habis pada tahun 2014.
Para penyewa lalu ingin memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) 20 tahun lagi.
Namun permintaan ini ditolak oleh Pemkab Tulungagung, karena 20 tahun terlalu lama sehingga aset Pemkab berisiko hilang.
Pemkab menawarkan opsi sewa setiap lima tahun dan bisa diperbarui.
Tawaran ini ditolak, dan 36 penyewa ini memilih menggugat secara perdata pada 2015 lalu.
Sehingga terhitung dari tahun 2014 hingga saat ini para penyewa tidak pernah membayar uang sewa.
Putusan Kasasi Mahkamah Agung memenangkan Pemkab Tulungagung.
Pengadilan memerintahkan para penyewa mengosongkan ruko dan akan dikembalikan ke Pemkab Tulungagung.
Selain itu para penyewa wajib membayar uang sewa dengan rincian yang disebut dalam putusan MA, dengan total Rp 22 miliar.
(David Yohanes/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/mataraman/foto/bank/originals/eksekusi-ruko-belga-di-tulungagung.jpg)