Misteri Kematian Brigadir Yosua
Eksekutor Brigadir J Dijanjikan Rp 2 Miliar, Bharada E Rp 1 Miliar Bripka RR dan Kuwat Rp 500 Juta
Pembagiannya Bharada E Rp 1 Miliar karena dia yang menembak langsung Brigadir J, Brigadir R dan Kuwat yang membantu, masing-masing mendapat Rp 500juta
Penulis: Anas Miftakhudin | Editor: Anas Miftakhudin
TRIBUNMATARAMAN.COM - Di balik kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, kini muncul berita baru jika tiga tersangka yakni Bharada E, Bripka RR dan Kuwat dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar oleh Putri Candrawathi (PC) dan suaminya Irjen Pol Ferdy Sambo.
Pengakuan terbaru itu dilontarkan mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, berdasarkan curhatan Bharada E pada dirinya.
Uang sebesar Rp 2 miliar itu akan diberikan Putri Candrawathi sebulan kemudian setelah SP3 atau penghentian penyidikan oleh polisi.
Almarhum Brigadir J telah dieksekusi di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam.
Menurut Deolipa, pemberi uang itu nantinya diberikan Irjen Ferdy Sambo dan Miss X, yang belakangan diketahui adalah Putri Candrawathi.
"Jadi Miss X ini adalah ibu Putri Candrawathi sendiri. Ini keterangannya Richard. Jadi Ibu Putri sama Pak Sambo, memanggilah si Pak Kuwat, Bharada Richard dan Brigadir Ricky," kata Deolipa di acara Kontroversi di akun YouTube Metro TV, Kamis (11/8/2022) malam.
Pemanggilan ketiga orang yang kini menjadi tersangka oleh Putri Candrawathi dilakukan beberapa hari setelah pembunuhan Brigadir J.
"Karena ini situasi dirasa sudah mulai aman nih. Skenario pertama sepertinya berhasil. Nah ka lau ini sudah beres. Lu tetap jangan buka mulut, kan bahasa kasarnya begitu. Ini saya kasih nih ya, kalau sudah beres kamux Rp1 Miliar (Bharada E), kamu gope (Rp500 Juta) kamu juga gope," kata Deolipa.
Uang yang dijanjikan berarti ada dana Rp 2 Miliar yang dijanjikan Putri dan Sambo ke Bharada E, Brigadir RR dan Kuwat, dimana ketiganya kini juga menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J.
Dimana pembagiannya Bharada E Rp1 Miliar karena dia yang menembak langsung Brigadir J, Brigadir R dan Kuwat yang membantu, masing-masing mendapat Rp500 Juta.
"Tapi nanti uang akan diberika jika sudah SP3 atau sudah aman sekitar sebulan kemudian, begitu janji Miss X dan Sambo," kata Deolipa.

Menurut Deolipa, Putri dan Sambo sangat yakin kasus penembakan Brigadir J ini akan SP3 atau dihentikan penyidikannya.
"Kenapa mereka yakin, karena semuanya sudah dipegang. Sini dipegang, situ dipegang," ujar Deolipa.
Ternyata kata Deolipa, kasus tewasnya Brigadir J mendapat perhatian publik dan harapan SP3 ternyata berubah menjadi upaya pengungkapan kasus.
Untuk menguak misterinkematian Brigadir Yosua, Kapolri membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini.
"Jadi begitu curhatnya Richard. Benar atau tidak tergantung Richard," terang Deolipa.
Sementara itu kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan informasi yang didapatnya adalah dana yang disiapkan Sambo untuk menutupi kasus ini mencapai Rp 5 Miliar.
"Kalau saya dapat informasinya dana yang disiapkan Rp 5 Miliar. Jadi selain ke tersangka juga disiapkan untuk ke orang di institusi lain," katanya.
Cabut Kuasa
Sebelumnya, tersangka pembunuhan Brigadir J yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mencabut pemberian kuasa kepada pengacaranya, Deolipa Yumara dan Burhanuddin.
Kabar pencabutan kuasa dari Bharada E itu diungkapkan Deolipa saat sedang live di acara Kontroversi di Metro TV, Kamis (11/8/2022) malam.
"Saya baru dapat WA dari anak buah saya, pengacara dari kantor saya di Condet," kata Deolipa.
Dalam pesan WhatsApp itu katanya berupa foto surat resmi pencabutan kuasa yang ditandatangani Richard Eliezer di atas meterai.
"Surat cabut kuasa, tapi tulisannya diketik. Tentunya posisinya Bharada E di tahanan gak mungkin mengetik. Biasanya dia tulis tangan," terang Deolipa.
Ia kemudian membacakan surat pencabutan kuasa itu, yang disebutkan dalam surat ditandatangani langsung oleh Bharada Richard Eliezer.
"Terhitung tanggal 10 Agustus 2022 mencabut kuasa yang telah diberikan kepada kami," ujar Deolipa.
Deolipa menilai surat pencabutan kuasa sangat janggal. Apalagi bahasa yang digunakan sangat bahasa hukum dan ia tidak yakin pencabutan kuasa benar-benar atas kemauan Bharada Eliezer.
Dengan surat itu, kata Deolipa, maka saat ini Bharada E tidak didampingi pengacara.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengecam pencabutan kuasa Bharada E dari pengacara Deolipa.
Ia merasa ada intervensi penyidik yang memaksa Bharada E mencabut kuasanya dari Deolipa dan tim.
"Saya sangat paham soal kode etik advokat. Saya mengingatkan Polri, ini jangan intervensi pekerjaan pengacara. Walaupun Anda yang menunjuk pengacara, anda tidak berhak mengintervensi pekerjaan pengacara. Pengacara berhak menyampaikan satu pernyataan di depan publik untuk mempertahankan prinsip-prinsip hukum yang diperlukan," kata Sugeng.
Menurutnya terjadi konflik saat Kabareskrim mengkritik pengacara Bharada E, saat Kapolri mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.
"Saya melihat terjadi konflik ketika pengacara menyampaikan sesuatu dan Kabareskrim mengkritik. Saya mau mengingatkan, Polri tidak di atas pengacara. Pengacara apapun posisinya bekerja untuk membuat satu proses menjadi lebih bertanggung jawab," tandas Sugeng.
Sugeng yakin pencabutan kuasa Bharada E dari Deolipa dan tim, ada intervensi dari penyidik.
"Ini saya yakin bukan pencabutan dari Bharada E ya, tapi ada intervensi dari penyidik. Saya minta bahwa ini diperiksa, Kapolri harus memeriksa proses pencabutan kuasa ini karena sudah ditemukan, ini tidak main-main, karena mengintervensi pekerjaan pengacara," katanya.
Menurutnya pengacara tidak bisa diintervensi tidak bisa dipengaruhi.
"Ketika dia ditunjuk, maka ada hak istimewa yang terbentuk antara klien dan advokatnya," ujar Sugeng.
Skenario Pembunuhan
Eksekusi terhadap Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di skenario setelah menerima pengaduan istrinya, PC.
Pengakuan itu muncul setelah penyidik memeriksa Irjen Pol Ferdy Sambo DI Mako Brimob mulai pukul 11:00 hingga pukul 18:00, Kamis (11/8/2022).
Dirpidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, menjelaskan pengakuan Ferdy Sambo didampingi Kadiv Humas Irjen Pol Dedy Prasetyo.
Bahwasanya, Ferdy Sambo mengaku marah setelah mendapat laporan dari istrinya, Ibu PC mengaku mendapat perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat seorang wanita.
Pelecehan terhadap Ibu PC dilakukan oleh Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah.
Ferdy Sambo kemudian memanggil Bharada E dan Brigadir RR untuk membuat rencana pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Setelah mendapat laporan dari Ibu PC, tersangka FS lalu memanggil RR dan RE untuk membunuh Yosua," ujar Andi Rian Djajadi seperti disiarkan Tv One secara langsung dari Mako Brimob.
"Berdasarkan pengakuan tersangka FS, dia mengaku marah setelah mendapat laporan dari Ibu PC atas kelakuan Yoshua," ujar Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, Dirpidum Bareskrim Mabes Polri dalam jumpa pers sesuai pemeriksaan terhadap Ferdy Sambo di Mako Brimob.

Tak Ada Pertengkaran
Sementara itu, kuasa Hukum Bharada E, Muhammad Boerhanuddin mengaku kliennya tidak tahu sama sekali motif Irjen Ferdy Sambo menyuruhnya menembak Brigadir J.
"Dia tidak tahu sama sekali. Dari pengakuan Bharada E, kalau di TKP tidak ada pertengkaran sama sekali. Yang dia cerita itu, dari Magelang mungkin ada masalah antara ibu dan Irjen Ferdy Sambo, begitu," kata Boerhanuddin di Hot Room Metro TV, Rabu (10/8/2022) malam.
Sebab kata Boerhanuddin, sejak di Magelang istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC) sudah menangis-nangis.
"Bharada E tidak menyebut masalahnya, cuma katanya Ibu Putri nangis-nangis dari Magelang itu. Menangis-nangis di rumah di Magelang situ," kata Boerhanuddin.
Diduga katanya ada pertengkaran antara Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi di Magelang yang mengakibatkan Putri menangis.
"Bharada E tidak sampaikan motif menangis ibu Putri karena apa. Bharada E tidak tahu kenapa sampai menangis," ujar Boerhanuddin.
Menurutnya dari kesaksian Bharada E, di lokasi kejadian di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, tidak ada pertengkaran sama sekali.
"Dugaan pelecehan itu tidak ada di TKP sama sekali, menurut Bharada E. Pengakuannya di TKP, Brigadir J belum tertembak.
Yang pertama menembak adalah Bharada E atas perintah Irjen Sambo. Lalu dari pengakuan Bharada E tidak ada penganiayaan sama sekali," katanya.
Sebagai bawahan, katanya, Bharada E tidak kuasa menolak perintah Irjen Ferdy Sambo.
Dari keterangan Bharada E, kata Boerhanuddin, motif pembunuhan Brigadir J mengarah seperti pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan motif kasus ini sensitif dan mungkin hanya bisa di dengar orang dewasa.
Menko Polhukam Mahfud MD, menjelaskan maksud pernyataannya bahwa motif pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo, adalah sensitif dan banyak beredar atau didengar di masyarakat.
Menurut Mahfud, sejauh ini ada tiga spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat terkait motif pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo.
Yakni pelecehan seksual, perselingkuhan segi empat dan perkosaan, yang mengakibatkan Brigadir J dihabisi Ferdy Sambo.
Oleh karena itu, kata Mahfud penjelasan soal motif pembunuhan itu hanya berhak disampaikan langsung oleh tim penyidik dari kepolisian.
"Kalau motif biar dikonstruksikan hukumnya oleh Polri. Jangan tanya ke saya. Karena apa, karena menurut saya, sensitif. Apa sensitifnya, menyangkut orang dewasa," kata Mahfud dalam program Satu Meja Kompas TV, Rabu (10/8/2022) malam.

"Pertama katanya pelecehan. Pelecehan itu apa sih, apakah membuka baju atau apa. Kan itu untuk orang dewasa. Kedua, katanya perselingkuhan empat segi. Loh siapa yang bercinta dengan siapa. Lalu, yang ketiga, yang terakhir yang mungkin karena perkosa, usaha perkosa lalu ditembak. Itu kan sensisitf," katanya.
"Jadi yang buka itu jangan saya, polisi saja. Karena itu uraiannya panjang. Nanti polisi yang membuka ke publik lalu dibuka di pengadilan, oleh jaksa. Kalau tanya ke saya nanti malah salah," katanya.
Mahfud mengakui banyak bocoran soal kemungkinan motif pembunuhan ini.
"Tapi biar dikonstruksi dulu oleh polisi," katanya.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan motif pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo, masih didalami Timsus dengan melakukan pendalaman dan memeriksa saksi-saksi.
"Tadi sudah saya jelaskan, bahwa terkait dengan motif, saat ini sedang dilakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan juga terhadap Ibu Putri. Karenanya saat ini belum bisa kita simpulkan," kata Listyo.
"Namun yang pasti untuk motif ini yang menjadi pemicu utama terjadinya peristiwa pembunuhan, untuk kesimpulannya tim saat ini masih terus bekerja. Ada beberapa yang saat ini sedang diperiksa dan tentunya nanti akan kita informasikan. Namun yang paling penting, peristiwa utamanya adalah penembakan," kata Listyo.
Kasus ini yang tadinya dilaporkan sebagai peristiwa tembak-menembak menjadi peristiwa pembunuhan setelah Bharada E mengubah kesaksiannya dan mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam kasus ini, Polri juga memeriksa 25 anggota Polri karena melanggar prosedur penanganan olah tempat kejadian perkara (TKP) yang kini jumlahnya bertambah menjadi 31 orang.
Empat di antaranya di amankan di tempat khusus di Mako Brimob untuk pemeriksaan intensif.
Salah satunya Irjen Pol Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Peristiwa tewasnya Brigadir J terjadi pada hari Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo atau Jumat kelabu.
Keluarga mengaku ada kejanggalan di jenazah Brigadir J. Karenanya melalui kuasa hukumnya Kamaruddin Simanjuntak, mereka melaporkan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Pengumuman perkembangan kasus ini oleh Kapolri ini dihadiri oleh Wakapolri, Irwasum, Kabareskrim Polri, Kabag Intelkam, Dankor Brimob dan Kadiv Humas Polri.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan peran masing-masing tersangka adalah Bharada Richard Eliezer telah melakukan penembakan terhadap korban Brigadir J.
Tersangka KM, membantu dan menyaksikan penembakan terhadap korban.

Brigadir Ricky juga turut membantu dan menyaksikan penembakan terhadap korban
"Irjen FS menyuruh melakukan dan menskenariokan peristiwa seolah-olah terjadi peristiwa tembak menembak di rumah di Komplek Polri Duren Tiga," kata Agus.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Agus, kepada tersangka penyidik menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang pembuniuhan junto pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
"Dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Mudah-mudahan ini bisa memberikan jawaban kepada masyarakat atas keseriusan institusi Polri untuk menjaga marwahnya," kata Agus. (Warta Kota)