Berita Trenggalek
Manfaatkan Daun-daun di Sekitar Rumah untuk Ciptakan Busana Ecoprinting Bernilai Rupiah
Anik Mintorowati, warga Trenggalek memanfaatkan daun-daun berguguran di sekitar rumahnya untuk membuat kerajinan ecoprinting
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: eben haezer
Warna dasar itu diperoleh dari proses "transfer" warna: selembar kain polos untuk bahan utama direkatkan dengan kain yang telah berkelir dari pewarna alami.
Di antara dua kain itu, daun-daun ditempelkan untuk memunculkan motif dan warna baru.
Setelah digulung dan diikat, kain itu kemudian dikukus selama kira-kira dua jam.
Setelah semua selesai, kain baru diangin-anginkan untuk proses oksidasi.
Proses pembuatan motif dan warna dengan teknik ecoprint sebenarnya sederhana saja.
Tapi, butuh pengetahuan dan pengalaman untuk mengidentifikasi warna-warna yang tersimpan dalam daun.
"Intinya bikin ecoprinting itu harus teliti dan jeli. Bagaimana memadukan warna alam dari daun. Ini butuh pengalaman juga karena kadang daun yang sama memunculkan jejak warna yang berbeda. Harus hafal perpaduan-perpaduan itu," tutur dia.
Anik menjual hasil ecoprinting buatannya dalam bentuk kain dan produk jadi.
Untuk kain, ia mematok harga antara Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta per lembar. Harga bergantung jenis kain yang dipakai.
"Untuk kain sutra super 56, yang paling bagus yang saya buat, harganya antara Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta," terang dia.
Untuk produk jadi, Anik membuat aneka jenis. Mulai dari baju, dompet, tas, baju, topi, hingga sepatu.
Rentang harga produk ini relatif lebih sempit, antara Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu.
Produk buatan Anik sudah menyebar ke berbagai kota di Tanah Air.
Beberapa desainer kenamaan juga memesan produk setengah jadi darinya.
Saat ini, Anik juga tengah mengaplikasikan teknik ecoprinting pada kulit sapi. Rencananya, kulit ecoprinting itu akan dipakai untuk produk tas.