Berita Tuban
Anak Kiai di Tuban Nodai Santriwati hingga Lahirkan Bayi Laki-laki, Polisi Sudah Turun Tangan
Wanita muda itu telah melahirkan seorang bayi laki-laki di Puskesmas dengan berat 2,90 kg, Selasa (19/7/2022) sekitar pukul 20.00 WIB.
TRIBUNMATARAMAN.COM | TUBAN - Kasus penodaan santriwati di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) di wilayah Jawa Timur kembali mencuat.
Sebelumnya, kasus itu ramai terjadi di wilayah Ponpes di Jombang. Pelakunya juga anak kiai dan kini sudah dijebloskan ke Rutan Kelad I Surabaya di Medaeng.
Kini muncul, santriwati yang tengah menempuh pendidikan agama di sebuah Ponpes di kawasan Plumpang, Tuban mengalami hal sama.
Santriwati tersebut masih berusia 14 tahun berinisial M telah melahirkan bayi laki-laki.
Pria yang diduga menodai santriwati berinisial AH (21) adalah anak pemilik Ponpes.
Akibat perbuatan AH, korban M harus menanggung malu.
Wanita muda itu telah melahirkan seorang bayi laki-laki di Puskesmas dengan berat 2,90 kg, Selasa (19/7/2022) sekitar pukul 20.00 WIB.
Seorang tokoh masyarakat setempat, Nanang Susanto, membenarkan kejadian yang dialami M.
Kejadian yang menimpa gadis di bawah umur itu memang mirip dengan kasus pencabulan oleh anak kiai di Jombang.
Hanya saja untuk kedua orang tua korban tidak berani melaporkan kejadian yang menimpa anaknya, karena takut.
"Pelaku pencabulan tersebut merupakan anak dari tokoh agama atau kiai pemilik pondok pesantren. Orang tua korban tidak berani lapor polisi, karena pelaku anaknya kiai yang sangat dihormati," kata Nanang kepada wartawan, Jumat (22/7/2022).
Ia menjelaskan, petugas dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Tuban, dan petugas kecamatan juga sudah berkunjung melihat kondisi korban dan bersedia mendampingi.
Namun pihak orang tua korban kondisinya masih trauma dan syok melihat anaknya yang telah menjadi korban pencabulan, hingga melahirkan anak tersebut.
Korban merupakan santri yang setiap hari mengaji di lembaga pendidikan keagamaan atau pondok pesantren, milik orang tua dari AH yang juga sebagai guru ngaji.
Sekitar setahun lalu korban bersama para santri lainnya, hampir setiap hari diharuskan bermalam di pondok pesantren tersebut.