Ajudan Kadiv Propam Ditembak
Rangkuman 7 Kejanggalan Versi KontraS Kasus Tewasnya Ajudan Kadiv Propam Polri Dinilai Misterius
Inilah kejanggalan kasus tewasnya ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo yang menyita perhatian masyarakat.
TRIBUNMATARAMAN.com - Inilah kejanggalan kasus tewasnya ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo yang menyita perhatian masyarakat.
Diketahui Brigadir Yosua tewas tertembak usai diduga melakukan percobaan rupadaksa kepada istri Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Namun dibalik tewasnya kasus Brigadir Yosua, sejumlah pihak menilai ada kejanggalan.
Lantas seperti apa kejanggalan dari kasus tewasnya Brigadir Yosua?
Dikutip dari Tribunnews.com, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun turut mengungkap tujuh kejanggalan tewasnya Brigadir J yang diduga sempat melakukan pelecehan pada istri Irjen Ferdy Sambo.
Berikut ulasan lengkapnya:
1 Kejanggalan Masalah Waktu
Kejanggalan yang pertama adalah jarak waktu yang cukup lama antara waktu kejadian dengan pengungkapan peristiwa tersebut oleh Mabes Polri.
Diketahui peristiwa baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E terjadi pada Jumat (8/7/2022), tapi Mabes Polri baru mengungkapkan ke publik pada Senin (11/7/2022).
"(Pertama) terdapat disparitas waktu yang cukup lama," ujar Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar dilansir Kompas.com, Kamis (14/7/2022).
2. Kejanggalan Masalah Kronologi yang Berubah
Kejanggalan kedua yakni kronologi dari pihak kepolisian yang dinilai berubah-ubah.
Pasalnya pada awal pengungkapan kasus, Karo Penmas Divisi Humas Polri Ahmad Ramadhan menyebut baku tembak tersebut dipicu karena Brigadir J tidak terima ditegur oleh Bharada E.
Namun dalam keterangan lainnya, Ramadhan menyebut penembakan yang terjadi di rumah Kadiv Propam ini terjadi karena Brigadir J diduga melakukan pelecehan dan penodongan pistol kepada istri Irjen Ferdy Sambo.
3. Kejanggalan Masalah Luka Sayatan
Kejanggalan ketiga yakni luka sayatan yang ditemukan di bagian muka jenazah Brigadir J. Hal ini juga sebelumnya turut disampaikan oleh keluarga Brigadir J.
Meskipun pada akhirnya polisi menjelaskan luka sayatan itu diakibatkan dari baku tembak.
4. Kejanggalan Pihak Keluarga Dilarang Liat Jenazah
Kejanggalan keempat, Anandar menyebut pihak keluarga sempat dilarang untuk melihat kondisi jenazah Brigadir J.
"(Kejanggalan keempat) keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah," ungkap Anandar.
5. Kejanggalan Soal Rekaman CCTV yang tiba-tiba rusak
Lalu kejanggalan kelima yaitu tidak adanya rekaman CCTV yang merekam kejadian penembakan itu di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Menurut keterangan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Budhi Herdi Susianto, CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo telah rusak sejak dua minggu sebelum kejadian.
6. Kejanggalan Ketua RT Tak Diberitahu Kasus Penembakan
Kejanggalan keenam yakni ketidaktahuan Ketua RT di lokasi kejadian bahwa telah terjadi peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Bahkan Ketua RT setempat juga tidak mengetahui bahwa rumah Irjen Ferdy Sambo tengah dilakukan olah TKP oleh polisi.
7. Kejanggalan Soal Kadiv Propam Tak Ada di Lokasi
Selanjutnya kejanggalan yang terakhir adalah, tidak diketahuinya keberadaan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo saat kejadian.
Intimidasi Jurnalis Saat Liput Kasus Penembakan Ajudan Kadiv Propam Polri
Diketahui terjadi aksi intimidasi kepada jurnalis saat melakukan peliputan kasus penembakan ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Diduga intimidasi ini dialami oleh jurnalis CNNIndonesia.com dan 20detik.
Informasi yang dihimpun jika intimidasi ini diduga dilakukan di sekitar rumah Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
Aksi intimidasi ini kemudian
mendapat respon dari sejumlah pihak termasuk dari AJi (Aliansi Jurnalis Indipenden) dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum).
"Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi," mengutip pernyataan AJI, Jumat (15/7/2022).
Ketua AJI Jakarta, Afwan Purwanto mengecam keras kasus tersebut.
Menurutnya, tindakan itu bertentangan dengan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas. Tindakan tersebut kami nilai berlebihan dan sewenang-wenang," kata Afwan Purwanto.
Sementara itu, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan aparat seharusnya memberikan rasa aman terhadap pekerja jurnalistik yang berupaya memperoleh informasi untuk disajikan kepada publik.
Selain melanggar UU Pers, para pelaku juga bisa dikenakan pasal perampasan/pengancaman dalam KUHP dan akses ilegal dalam UU ITE.
“Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo,” ucap Ade Wahyudin.
Diberitakan sebelumnya, 2 orang wartawan media nasional menjadi korban intimidasi oleh orang tidak dikenal (OTK) saat meliput di sekitar rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, Kamis (14/7/2022).
OTK itu mengintimidasi dengan menghapus foto dan video oleh tiga orang berkaos hitam dengan perawakan tegap dan berambut cepak.
Salah satu wartawan yang tidak mau disebutkan namanya menyebut awalnya dia bersama rekannya hendak mewawancarai Ketua RT O5 RW 01, Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Pertama ke rumah Pak RT kan, didatenginnya sama Ibunya yang keluar, nanya-nanya kan, katanya Bapaknya itu nggak mau ngomong lagi," kata wartawan tersebut, Kamis (14/7/2022).
Di rumah Pak RT kedua wartawan itu mendapatkan informasi jika kediaman rumah Pak RT didatangi lima orang polisi pada Rabu (13/7/2022) malam.
Setelah selesai, keduanya kembali berjalan untuk mencari saksi lain bernama Asep yang diketahui seorang petugas kebersihan.
"Ketemu lah Pak Asep lah di pertigaan tuh di pinggir jalan. Oh iya saya Pak Asep, oh ya udah. Sambil wawancara tuh sempat ada orang nyamperin, manggil si Pak Asep, terus ya udah kita lanjut wawancara tuh sama Pak Asep sambil videoin segala macam," ucapnya.
Di tengah wawancara, datang lagi tiga orang berbaju hitam itu langsung mengambil handphone kedua wartawan itu dan menghapus foto hingga video.
Di samping itu, tas keduanya juga diperiksa oleh orang tidak dikenal tersebut.
"Pas udah agak jauh, disamperin lagi tuh bertiga. Langsung 'sini mana handphonenya mana handphonenya.' Langsung dihapus-hapusin (videonya). Ada 3 video," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com