Kuliner
Ladu, Jajanan Khas Kota Batu yang Kini Sudah Semakin Langka
Ladu adalah makanan khas kota Batu yang bertekstur lembut, terbuat dari bahan beras ketan dan gula pasir. Namu ladu kini semakin langka
Reporter: Benni Indo
TRIBUNMATARAMAN.com | BATU - Kota Batu memiliki jajanan khas, yakni Ladu.
Ladu adalah makanan khas kota Batu yang bertekstur lembut, terbuat dari bahan beras ketan dan gula pasir.
Biasanya, Ladu banyak dikonsumsi saat hari-hari besar seperti Lebaran.
Membuat Ladu diawali dengan menanak beras ketan hingga matang.
Setelah matang, ketan dijemur di bawah sinar matahari.
Setelah kering, dihaluskan dengan menggunakan lumpang.
Gula dipadukan ke ketan yang telah menjadi halus. Termasuk diberi bumbu.
Setelah itu diblender dan dipotong-potong menjadi kecil.
Proses pembuatannya bisa mencapai empat hari.
Kudapan yang juga renyah dan manis ini biasanya menghiasi meja-meja ruang tamu warga.
Ladu pernah populer di Kota Batu beberapa puluh tahun yang lalu.
Kini, gaungnya telah meredup. Ladu tidak banyak lagi diproduksi warga.
Tetapi masih ada segelintir warga yang mengolah Ladu.
Di Kota Batu, Desa Gunungsari dikenal sebagai pusat produsen Ladu.
Di era modern seperti saat ini, jajanan tradisional ini tidak banyak diproduksi. Pun tidak banyak anak-anak muda yang menggali potensi ekonomis Ladu.
Ratih Rohaili (36) adalah warga Desa Gunungsari yang masih mempertahankan produksi Ladi.
Ia bersama suaminya menjadi generasi pewaris resep Ladu sejak jaman dulu.
Kini, Ratih bersama enam orang tetangganya tetap aktif memproduksi ladu setiap hari untuk dipasok ke toko oleh-oleh.
Sehari-hari, Ratih bisa memproduksi ladu hingga 50 kilogram. Jika pesanan ramai, bisa memproduksi 200 bungkus Ladu.
Produk Ladu buatannya banyak dikirim ke kawasan Malang Raya, Sidoarjo hingga Jombang.
Di ujung upayanya mempertahankan Ladu, Ratih punya harapan agar kue ini bisa populer sehingga menjadi ikon Kota Batu.
Diakuinya, tidak mudah untuk mempromosikan Ladu kepada khalayak. Secara swadaya, Ratih mulai mengembangkan promosi Ladu ke pasaran online.
Ladu berasal dari akronim Langgeng Seduluran, bahasa Jawa itu berarti hubungan persaudaraan yang abadi. Tidak heran jika dahulu kala, Ladu menjadi buah tangan sehingga bisa mengeratkan persaudaraan.
Selain karena produksinya yang tidak banyak, tidak ada nama produk atau brand yang melabeli Ladu. Ratih hanya memasukkan Ladu ke dalam plastik tanpa memberinya nama produk. Tidak adanya nama produk ini membuat ia kesulitan memasarkan produk.
''Ya karena itu kami juga tidak bisa naruh ladu ini ke toko-toko retail maupun oleh-oleh. Masih di seputat sini-sini saja," paparnya.
Ratih sudah mencoba meminta bantuan ke Pemkot Batu. Hanya saja, belum ada kabar gembira yang bisa mengembangkan potensi Ladu.
Meski begitu, Ratih tetap berusaha keras melakoni usahanya. Dia berharap pemerintah bisa serius dalam membantu UMKM Ladu di desanya, selain agar kesejahteraan warga, juga menjadikan Ladu sebagai ikon Kota Batu.
''Harapannya ya kalau bisa berkembang lebih baik lagi, bisa jadi pabrik. Dari dulu bikinnya ya di rumah,'' ujarnya.
Pemkot Batu melalui Dinas Pariwisata merespon positif keinginan warga agar Ladu bisa terus dikenal. Kepala Dinas Pariwisata Batu, Arief As Siddiq mengatakan, pihaknya telah merancang agenda atau festival Kampung Ladu. menurutnya, Desa Gunungsari memiliki banyak potensi wisata dan kuliner.
"Sebelumnya sudah ada festival susu di Brau," ujar Arief.
Dengan adanya festival, Ladu diharapkan bisa dikenal banyak orang. Masyarakat juga akan berkesempatan menikmati langsung proses pembuatan Ladu.
Untuk mendapatkan rasa yang pas, warga meyakini bahwa Ladu harus diolah dengan resep dan teknik tradisional. Seperti pada proses membuat adonannya yang harus ditumbuk hingga halus di sebuah batu lumpang.
"Kami buat gapura yang memuat informasi tentang Ladu. Ke depannya, kami upayakan untuk hal lainnya," ujar Arief.
Menurut Arief, Ladu memiliki potensi tersendiri. Oleh sebab itu harus digarap dengan serius agar mendatangkan untung terutama bagi masyarakat.