Berita Tulungagung
Kecap Cap Kuda Han Kioe Eksis Sejak 1916 dan Sangat Identik Dengan Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Tulungagung yang identik dengan kecap merek Cap Kuda Han Kioe. Kecap ini telah eksis sejak tahun 1916.
Penulis: David Yohanes | Editor: Anas Miftakhudin
TRIBUNMATARAMAN.COM I TULUNGAGUNG- Setiap daerah di Indonesia hampir pasti memiliki produk unggulan tersendiri. Seperti merek kecap sendiri. Di Kabupaten Tulungagung yang identik dengan kecap merek Cap Kuda Han Kioe. Kecap ini telah eksis sejak tahun 1916.
Kecap Cap Kuda kini dijalankan oleh generasi ke-14, yaitu Hendra Saputra (40). Namun Hendra mengaku tidak tahu pasti sejarah awal Kecap Cap Kuda Han Kioe ini.
Yang ia tahu, Han Kioe adalah nama kakek buyutnya, perintis usaha ini.
"Beliau generasi pertama yang merintis kecap ini. Lalu diteruskan kakek saya, papa, terus saya," ungkap Hendra, saat ditemui di pabriknya, di Jalan Adi Sucipto Tulungagung.
Menurut penuturan yang didapatnya, Han Kioe merintis usahanya di kawasan yang saat ini menjadi Pasar Wage Tulungagung.
Usaha di sini turun temurun hingga ayahnya. Namun di tahun 80-an Tulungagung dilanda banjir.

Akibat banjir ini produksi kecap sampai terhenti. Orang tua Hendra lalu memindahkan tempat produksi di Jalan Adi Sucipto saat ini. Selama 106 tahun kecap ini menjaga warisan resep yang terjaga.
"Bahan dasarnya kedelai, lalu gula kelapa dan rempah-rempah. Turun temurun resep itu kami jaga," tutur Hendra.
Hendra sendiri yang melakukan kontrol kualitas. Produk akhir ditaruh di atas piring. Hendra lalu menggoyang-goyangkannya untuk memeriksa kekentalan.
Ia juga mencium produk tersebut lalu mencicipi rasanya. Warna kecap juga tidak lepas dari perhatiannya.
Kecap Cap Kuda Han Kioe mempunyai warna hitam kemerahan.
"Kekentalannya benar-benar karena gula yang jadi karamel. Demikian juga warna hitam kemerahan itu juga karena gulanya," ungkap Hendra.
Kontrol kualitas dilakukan untuk memastikan rasa yang tidak berubah. Kontrol kualitas dilakukan terutama jika ada komponen produksi yang berubah.
Misalnya jika biasanya menggunakan garam merek tertentu, namun terpaksa ganti merek karena stok yang kosong.
Diakui Hendra, ada nilai-nilai kemanusiaan yang dipertahankan di perusahaan ini. Secara turun temurun perusahaan menolak menggunakan mesin, dan mempertahankan tenaga manusia. Hendra menyebut perusahaan padat karya, bukan padat modal.