Berita Tulungagung
Riwayat Willem Mauritius van Eldik, Guru Musik WR Supratman yang Meninggal di Tulungagung
Guru musik WR Supratman, Willem Mauritius van Eldik diyakini besar di Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru. Ini riwayatnya.
Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.com | TULUNGAGUNG - Guru musik WR Supratman, Willem Mauritius van Eldik diyakini besar di Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru.
Dia kemudian meninggal dan dimakamkan di Tulungagung, di TPU Desa Ngujang, Kecamatan Kedungwaru.
Hal ini diungkapkan oleh cucu WM van Eldik, Agus Hariyanto, yang tinggal di Kelurahan Tertek, Kecamatan Tulungagung.
“Saya cucu van Eldik dari anak nomor dua,” ujar Agus, saat ditemui di rumahnya, Kamis (11/11/2021)
Baca juga: Nasib Makam WM van Eldik, Guru WR Supratman yang Biolanya Dipakai Untuk Ciptakan Indonesia Raya
WM van Eldik dikenal dengan nama Sastrodihardjo.
Menurut cerita yang didapat Agus dari ayahnya, Sastrodihardjo sangat gemar musik.
“Menurut ayah, beliau sangat senang sama musik. Bahkan kalau ada tayub, beliau sering datang,” tutur Agus.
Lanjut Agus, makam Sastrodihardjo berdampingan dengan makam adiknya.
Di makam itu tertulis nama MBF v Eldik, yang kadang dikira orang makam istrinya.
Agus mengaku selama ini masih sering ziarah ke makam kakeknya.
“Harapannya kepada keluarga sendiri, supaya lebih perhatian ke makam beliau,” ucap Agus.
Lebih detail Agus berkisah, Sastrodihardjo menikah pertama dengan Rukiyem.
Rukiyem adalah kakak dari WR Supratman.
Dari pernikahan ini Sastrodihardjo tidak mempunyai anak.
Beliau lalu menikah yang kedua dengan Tumijah, nenek Agus.
Dari pernikahan ini lahir empat anak, yaitu Nanik Yatrini, Hani Purwanto (ayah Agus), Yunarso dan Subartono.
"Yang bertahan di Tulungagung hanya ayah saya, anak nomor dua," ungkap Agus.
Sementara tiga anak lainnya ada yang tinggal di Kediri, Pare dan di Bogor Jawa Barat.
Bakat musik WM van Eldik menurun ke artis Vonny Cornellya, anak dari Subartono.
Masih menurut Agus, kakeknya terakhir tinggal di Desa Simo, Kecamatan Kedungwaru.
Saat beliau meninggal dunia, empat anaknya diasuh oleh Rukiyem hingga dewasa.
Sastrodiharjo awalnya dimakamkan di “bong londo” atau pemakaman Belanda, di selatan makam saat ini.
Lalu makam dipindahkan ke lokasi TPU Desa Ngujang saat ini.
“Waktu pemindahan makam ditemukan piring, bolpoin, dan kacamata. Awalnya disimpan di Tulungagung, lalu disimpan oleh keluarga yang ada di Bogor,” tutur Agus.
Departemen Penerangan Kabupaten Tulungagung di tahun 1979 telah memberi penjelasan status Sastrodihardjo sebagai guru musik WR Supratman.
Namun Agus menyatakan, keluarga tidak pernah berharap makam kakeknya mendapat perhatian khusus.
Meski demikian, jika pemerintah memasang papan penerangan di makam kakeknya, keluarga juga tidak menolaknya.
“Kalau misalnya pemerintah memasang tanda keterangan, keluarga tidak ada masalah,” tandas Agus.
WM van Eldik alias Sastrodihardjo adalah kakak ipar WR Supratman.
Dia pula yang mengajarkan WR Supratman, dan memberikan sebuah biola saat WR Supratman berusia 17 tahun.
Biola itu yang kemudian dipakai Wr Supratman menciptakan lagu Indonesia Raya 3 stanza.
Lagi itu pertama kali diperdengarkan di Kongres Pemuda 2 Oktober 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Indonesia Raya kemudian dijadikan sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia.
Makam Sastrodihardjo ada di belakang warung liar di TPU Desa Ngujang.
Di atas pusaranya diberi penjelasan WM Sastrodihardjo, lahir 6-10-1882, wafat 5-5-1954.
Selain itu ada penjelasan, “guru musik WR Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya.”
Dituliskan juga, penjelasan tersebut berdasar Surat Departemen Penerangan Kabupaten Tulungagung, No. 990/E-II/IV/79 Tgl 8-4-1979.