TRIBUNMATARAMAN.COM I SURABAYA - Pendidikan adalah pion paling penting untuk keberlangsungan hidup manusia dengan karier yang berkualitas.
Sama halnya dengan apa yang dicitakan oleh Rini Kartini, seorang perempuan karier sekaligus ibu rumah tangga yang berbagi kisah mengenai perjalanan dan perjuangan hidupnya hingga sampai di titik sekarang.
Perempuan yang akrab dipanggil Rini itu mengungkapkan bahwa kesuksesan tidak serta merta diraih olehnya.
Berbagai rintangan harus dilewati Rini demi kehidupan yang berkualitas seperti saat ini.
Berasal dari keluarga yang sederhana membuat Rini tak dapat langsung menduduki jenjang perkuliahan setelah lulus dari SMA.
Namun, baginya, itu bukanlah akhir dari segalanya. Dukungan orang tua dan literatur yang rajin ia baca mendorongnya untuk terus mencoba.
Buku adalah motivasi awal Rini untuk melangkah. Kekurangan ekonomi tak menjadikannya malas membaca.
Sejak kecil, Rini hobi membaca buku Intisari yang ia dapat dari kutipan yahnya di tempat kerja. Ia tak cukup uang untuk membeli buku.
Dari sana ia berkenalan dengan tokoh-tokoh besar, seperti Tan Malaka, Soekarno, Kartini, serta salah satu penulis surealis, Salvador Dali.
Itulah yang membuatnya ingin mengembangkan kualitas hidup di lingkungannya dengan terus menuntut ilmu.
Di masa muda, Rini mengikuti program Au Pair ke Belanda.
Au Pair adalah sebuah program pertukaran budaya yang memberi kesempatan bagi anak muda untuk tinggal di luar negeri dalam kurun waktu tertentu yang biayanya ditanggung oleh keluarga angkat di sana.
Program tersebut sangat membuka wawasannya. Apalagi, ia pun mengunjungi Prancis yang semakin menambah semangat dalam dirinya.
“Kalau otakku bekerja, aku bisa mendapat banyak hal meski nggak punya uang. Aku memang nggak punya uang, tapi otakku bekerja,” ungkapnya, Kamis (14/08/2025).
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Rp400 Juta di Desa Dadapan Masuk Tahap Penyidikan
“Dari situlah banyak hal yang aku dapatkan, termasuk pemikiran bahwa studi itu sangat penting,” imbuh Rini.
Rini selalu ingin melakukan yang terbaik. Dengan dukungan keluarga, serta suami dan anak, Rini bisa sampai di titik sekarang dan membanggakan orang tuanya.
“Aku nggak hanya berpegang pada satu prinsip. Seandainya kita dipercaya untuk melakukan sesuatu, maka do your best. Itu yang aku terapkan sejak kecil,” tuturnya.
Kini, Rini tengah menduduki jenjang S3 di Universitas Airlangga Surabaya sebagai penerima beasiswa LPDP.
Sejujurnya hal itu di luar perkiraan Rini. Sebab, ia tak menyangka akan lolos dalam tahap seleksi beasiswa tersebut.
Namun, Rini mampu menjalani segalanya karena adanya passion dan semangat yang kuat dalam menjalani bidang yang ia tekuni.
Rini mengungkapkan, bahwa minat awalnya adalah radio dan segala yang bersangkutan dengan public speaking.
Sejak berkuliah S1 Broadcasting, ia telah berpengalaman menjalani kuliah sambil bekerja.
Dengan bekal yang kuat, Rini mengeksplorasi dunia penyiar radio sekaligus mengajar bahasa Inggris.
Namun, Rini tak hanya berhenti di situ. Ia memilih untuk melangkah lebih jauh dan mendaftar sebagai Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Nusa Nipa.
Ketika ia menjalani S2, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi itu mengundang Rini dalam konversasi perihal pembuatan TV dari media yang dibuat semasa berkuliah.
Karena tertarik, Rini pun membantu mereka menyusun desain program.
Selepas menyelesaikan program Magister, Rini sepenuhnya bergabung dengan program TV yang diberi nama Maumere TV.
Meski menggunakan alat yang sederhana karena keterbatasan, tetapi Maumere TV berhasil menjadi proyek yang idealis dan fokus pada informasi edukasi tentang kebutuhan daerah.
Dari situlah perjalanan Rini dalam dunia digital dimulai.
Rini telah menyandang titel sebagai pelatih tersertifikasi oleh Google untuk literasi digital bagi kalangan dosen.
Setelah dari Google, ia pun mendapat pelatihan lain seperti WAN-IFRA (World Association of News Publisher) dalam bagian Women News Publisher.
Di sana, Rini menjadi pelatih WAN-IFRA untuk memberi pelatihan kekerasan digital ke jurnalis perempuan ke Asia Tenggara.
Partisipasi Aktif dalam Ruang Digital
Keaktifan Rini dalam ruang digital diawali dengan kegelisahannya melihat beragam hal mengkhawatirkan yang terjadi di media sosial.
Adanya hoaks, ujaran kebencian, kerusuhan, dan penyalahgunaan teknologi lain membuat tekad Rini semakin kuat untuk menyediakan ruang diskusi dan edukasi.
Rini memulai segalanya dari hal kecil.
Salah satu upayanya adalah podcast ringan bernama “Ruang Tengah” yang mengedukasi tentang bagaimana agar segala aktivitas yang terjalin dalam ruang digital tidak berujung kesalahan.
Perjalanan Rini tak sepenuhnya mudah, tetapi kesulitan itulah yang membuatnya tangguh.
“Kita harus bisa menyikapi hal negatif dengan melihat sisi baiknya. Tekanan dan kesulitan yang ada itu akan membuat kita bertahan dan menjadikanku tangguh,” tutur wanita itu.
(Zahra Salsabila/tribunmataraman.com)
Editor : Sri Wahyunik