TRIBUNMATARAMAN.COM | SURABAYA - Polemik karyawan kembali terjadi di perusahaan Surabaya. Setelah penahanan ijazah dan potong gaji karena salat Jumat di perusahan milik Jan Hwa Diana, kini polemik hampir serupa terjadi di perusahaan milik pengusaha India.
Di D'Fashion Textile and Tailor, sebuah perusahaan penyedia aneka kain dan baju, saat ini menjadi perhatian serius Wakil Wali Kota Surabaya Armuji.
Perusahaan milik pengusaha India itu, memberlakukan Jumatan bergilir pada karyawannya.
Jika Jumat ini, aktivitas ibadah Jumatan untuk karyawan kelompok 1. Maka Jumat berikutnya untuk kelompok 2. Sementara kelompok yang lain tidak jumatan dan tetap melayani pembeli di perusahaan penyedia fashion tersebut.
Perlakuan karyawan di perusahaan penyedia kain itu pun bikin marah Cak Ji. Pengusaha seenaknya sendiri memberlakukan karyawan.
Kondisi ini mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. Bahkan Cak Ji, langsung memberi atensi khusus dengan sidak ke D'Fashion Textile and Tailor, di Jl Basuki Rahmat, Surabaya.
"Karyawan kok Jumatan sampeyan gilir iku yoopo ceritane (Karyawan Jumatan anda gilir waktunya, itu bagaimana ceritanya). Ada grup A sama Grup B. Tidak boleh salat Jumat wajib, itu digilir seminggu sekali," tanya Cak Ji, begitu ditemui pimpinan D'Fashion Textile and Tailor, Prakas, Rabu (23/4/2025).
Baca juga: Wali Kota Surabaya, Segel Sentoso Seal, Tegaskan Usaha di Surabaya Harus Taat Aturan
Sebelumnya, karyawan Prakas atas nama Johan, melapor ke Rumah Aspirasi Cak Ji.
Selain soal jumatan digilir, jam kerja karyawan 12 jam. Masuk jam 08.00 pulang jam 08.00 malam dengan upah tidak sesuai UMK dan tidak ada BPJS.
Saat itu juga, Prakas, pemilik dari perusahaan itu memberi alasan soal jumatan. Dari penuturannya, bahwa mall penyedia kain dan baju itu tetap harus melayani pembeli, sehingga pihaknya pun menggilir kelompok karyawan salat Jumat seminggu sekali.
"Jumat ini kelompok A. Jumat depan kelompok B. Selebihnya bisa salat di musala," kata Prakas memberi alasan.
Cak Ji pun gregetan, karena perusahaan tidak bisa mengatur jam kerja. Bukankah dari 30 karyawan banyak juga yang karyawan perempuan.
Tidak ingin bernasib seperti Diana yang viral dan menjadi polemik berkepanjangan dengan Cak Ji. Prakas menunjukan sikap kooperatif dan kesanggupan.
Meski dipertemukan dengan Johan langsung, Prakas juga tidak mengelak dengan sistem giliran salat Jumat di tokonya.
Pengusaha keturunan India pun terus patuh setiap permintaan Cak Ji untuk memperbaiki sistem pekerja di toko besarnya itu.
Pengakuan Johan, karyawan selama ini menerima gaji Rp 2.500.000 perbulan dengan jam kerja 12 jam perhari.
Prakas yang mengaku sebagai General Manager D'Fashion and Textile itu mengklaim total gaji karyawan sudah UMK.
Cak Ji mendesak agar manajemen menghentikan jam kerja hingga 12 jam. Sebab ini melanggar dan tidak boleh dilakukan. Peraturan yang berlaku dalam ketenagakerjaan adalah 8 jam.
Prakas berjanji akan memperbaiki sistem kepegawaian tokonya. Sebab tidak ada perjanjian tertulis dalam merekrut karyawan. Hanya lisan. Jam kerja juga akan diberlakukan shift.
Cak Ji akan terus pantau. Mulai sistem perekrutan pegawai dilakukan hitam diatas putih secara tertulis serta saling menghormati menjaga hak dan kewajiban satu sama lain. Bikin aturan tertulis biar semua jelas
(Faiq Nuraini/tribunmataraman.com)
editor: Eka Silviana (int)