Opini

Mengurai Akar Konflik Berlatarbelakang Pencak Silat di Tulungagung, Gugus Tugas Solusinya?

Penulis: David Yohanes
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Pada Silaturahmi 10 perguruan pencak silat Mei 2023, keberadaan komunitas ini sepakat ditertibkan. Namun nyatanya sampai saat ini komunitas ini masih bertahan.

Upaya penyelesaian konflik melalui pimpinan organisasi di tingkat kabupaten pun gagal karena tidak pernah menyentuh komunitas ini. Mereka mempunyai ketua-ketua kecil yang mempunyai massanya sendiri. Karena itu upaya Kapolres Tulungagung, AKBP Taat Resdi untuk mendekati ketua-ketua komunitas ini patut didukung. 

Kapolres telah membuka jalan dengan turun ke kecamatan-kecamatan di mana mereka berada. Bahkan sampai ke tingkat desa pun keberadaan mereka coba dijangkau. Bukan dengan pendekatan keamanan, namun dengan cara kekeluargaan. 

Gugus Tugas

Harapan yang lebih besar muncul dengan ide Gugus Tugas yang akan dibentuk untuk menangani konflik antar anggota perguruan pencak silat ini. Ide Gugus Tugas muncul karena kesadaran, selama ini upaya penyelesaian konflik antar oknum pesilat ini dilakukan dengan pendekatan keamanan. Polisi sebagai ujung tombak seolah bekerja sendirian, menangkap pelaku kekerasan dan memidanakan mereka. 
 
Sementara belum ada upaya penyelesaian di wilayah hulu, misalnya dengan pendekatan sosial. Gugus Tugas ini nantinya akan fokus untuk menggarap pendekatan hulu yang terabaikan selama ini. Seperti pendidikan budi pekerti, pendidikan dalam keluarga, peran sekolah, bahkan masalah ekonomi dan ketenagakerjaan. 

Karena pentingnya peran Gugus Tugas, maka di dalamnya harus diisi orang-orang yang punya kompetensi serta mewakili semua golongan. Dalam pendekatan sosial ini nantinya ada banyak dinas yang pasti terlibat, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan juga Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI). Gugus Tugas harus bisa menggerakkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait itu untuk memudahkan penanganan secara teknis maupun strategis.

Karena itu, sosok yang paling pas mengetuai Gugus Tugas ini adalah pejabat Pemkab Tulungagung, bisa Bupati atau Sekretaris Daerah (Sekda). Sosoknya bisa berkoordinasi dengan instansi lain, seperti Polres, Kodim, Kejaksaan bahkan pengadilan, namun dengan mudah mengerahkan OPD teknis. Meski Kepolisian juga menjadi unsur di dalam Gugus Tugas, lembaga ini akan tetap akan menjadi ujung tombak di hilir, menegakkan hukum bagi para pendekar yang masih nakal. 

Selama ini polisi sudah tegas dengan menyatakan, tidak ada restorative justice (keadilan restoratif) pada kasus kekerasan dengan latar belakang konflik oknum perguruan pencak silat. Sudah ada ratusan orang ditetapkan jadi tersangka sejak 5 tahun belakangan. Ironisnya, di antara mereka ada yang berstatus pelajar dan di bawah umur.

Meski mereka berstatus pelajar, tanpa ampun polisi tetap menahan mereka untuk memberi efek jera. Rekam pelanggaran pidana ini terekam abadi dan akan muncul saat pengajuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Risikonya anak-anak kita yang pernah terlibat konflik antar oknum perguruan pencak silat, akan kesulitan mengakses dunia kerja. 

Hanya tersangka di bawah umur yang tidak ditahan karena ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Mereka tetap dikenakan wajib lapor, namun catatan pidana ini juga tetap melekat. Sekarang Gugus Tugas yang harus ambil tanggung jawab, menjangkau setiap keluarga pesilat agar anak-anak mereka tidak masuk dalam catatan kepolisian. 

Gugus Tugas pula yang wajib menjangkau anak-anak pekerja migran yang menjadi anggota perguruan pencak silat. Sebab dari temuan kepolisian, anak-anak pekerja migran ini kerap terlibat konflik antar anggota perguruan silat. Salah satunya karena tidak ada pengawasan orang tua. 

Sekolah yang membuka ekstrakurikuler pencak silat juga wajib punya aturan penegakkan disiplin. Harus ada sanksi tegas bagi para siswa anggota perguruan pencak silat yang terlibat dalam aksi kekerasan. Semua harus bergerak bersama mengakhiri kekerasan sektarian ini.  

Tulungagung pernah damai tanpa ada konflik antar pendekar silat. Kekerasan ini tentu merugikan citra Tulungagung, bahkan merugikan secara ekonomi. Para investor akan melihat aspek keamanan sebelum menaruh uangnya di suatu daerah. Mereka akan berpikir ulang jika suatu daerah tidak kondusif, karena akan mengganggu dunia usaha.

Halaman
123