Sementara warga yang keberatan dengan harga yang ditetapkan appraisal, dipersilakan menggugat lewat pengadilan sendiri-sendiri.
Hal ini yang membuat warga apatis karena mereka yakin tidak akan menang melawan negara.
“Dulu diundangnya ramai-ramai, sekarang kok disuruh menggugat di pengadilan sendiri-sendiri. Mana ada yang bisa menang,” keluh Sutrimo.
Ditanya soal ganti untung tanahnya, Sutrimo mengakui memang sudah di atas harga pasar.
Ia mencontohkan, 4 tahun lalu harga tanah di bagian dalam Rp 4.000.000 per ru (16 meter persegi).
Sekarang dengan harga Rp 420.000 per meter, maka harga per ru menjadi sekitar Rp 6.720.000.
“Harganya sudah lebih mahal, tapi tidak sampai 2 kali lipat,” tandasnya.
Seorang mantan pejabat di Pemkab Tulungagung yang tidak mau disebut namanya, juga mengaku belum tanda tangan persetujuan harga dari appraisal.
Warga masih diberi waktu untuk menandatangani dokumen harga ganti untung.
Namun yang tidak setuju memang hanya diberi jalan lewat pengadilan.
“Kalau memang punya data pendukung dan yakin harganya tidak sesuai, bisa menggugat di pengadilan. Saya masih menunggu semuanya jelas dulu,” ucapnya.
(David Yohanes/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer
--