Kelangkaan Elpiji 3 Kg

Elpiji Langka Tak Masalah, Warga Sekitar TPA Talangagung Malang Pakai Kompor Biogas

Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aniyatul (36) warga Dusun Kasin, Desa Talangagung, kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jatim, sehari-hari memasak menggunakan kompor berenergi biogas dar gas metana yang berasal dari sampah di TPA Talangagung, Kamis (27/7/2023).

TRIBUNMATARAMAN.COM - Di tengah kelangkaan elpiji 3 kg, warga desa Talangagung, kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jatim, khususnya yang tinggal di dekat tempat pemrosesan akhir (TPA), tetap tenang. 

Pasalnya, selama ini ratusan warga yang tinggal dekat dengan TPA Talangagung memanfaatkan kompor dengan energi alternatif, yakni biogas. 

Biogas ini terdiri dari gas metana yang dihasilkan dari proses pengendalian tumpukan sampah di TPA Talangagung. Kemudian, dialirkan ke warga sekitar sebagai pengganti LPG melalui beberapa proses. 

Baca juga: Gubernur Khofifah Minta ASN Tidak Membeli Tabung Elpiji 3 Kg Bersubsidi

Adanya biogas sebagai pengganti LPG ini dirasakan oleh Aniyatul, warga Dusun Kasin, Desa Talangagung. 

Ia mengaku, dengan adanya biogas ini sudah tidak kebigungan lagi untuk berburu gas melon seperti halnya yang dirasakan oleh orang lain. 

"Sudah pakai gas ini (biogas) sejak dari awal, ya kira-kira sepuluh tahun yang lalu," terang perempuan berusia 36 tahun itu. 

Ketika jurnalis Tribunjatim network menghampiri kediamannya, terlihat dapur sederhana milik Aniyatul terdapat dua buah kompor. Di mana ada kompor yang menyambung ke tabung gas melon, dan kompor lainnya yang menyambung ke sebuah pipa. 

Ternyata, Aniyatul tidak sepenuhnya menggunakan kompor biogas. Melainkan, ia juga menggunakan gas LPG hanya sebagai cadangan saja. Bahkan saat ini, sebuah LPG miliknya dalam keadaan kosong. 

"Kebanyakan masaknya ya pakai kompor dari gas metan ini, LPG juga masih pakai, tapi dipakainya pas ada kemacetan di biogas aja," ungkap wanita yang biasa disapa Ani. 

Menurut Ani, penggunaan kompor biogas ini dirasakannya cukup menghemat keuangan. 

Bahkan, kadang-kadang Ani hanya menghabiskan satu tabung gas melon dalam waktu satu bulan. Hal itu dirasakan cukup irit baginya. 

Namun, ketika musim hujan tiba, ia akan lebih sering menggunakan kompor LPG. Dikarenakan, pipa yang mengaliri biogas terkadang terkendala kemasukan air hujan.

"Pas hujan kadang-kadang macet, ya bisa menyala sih, tapi nyala apinya kecil," paparnya. 

Ketika ditanya, perbedaan nyala api dari kompor biogas dengan kompor LPG, dikatakan Ani nyala apinya sama saja. Bahkan, ketika kompor biogas lancar, nyala api semakin baik dari pada LPG. 

Dengan adanya kompor biogas, Ani mengaku sangat terbantu. Selain itu, pemasangan pipa untuk mengaliri biogas juga gratis. Karena, seluruhnya telah ditanggung oleh pengelola TPA Talangagung. 

Tak hanya itu, ia juga tidak dikenakan biaya setiap bulannya atas biogas yang ia gunakan untuk memasak sehari-hari. 

"Mulai dari pemasangan, sampai penggunaan sehari-hari tidak ada pungutan biaya, semuanya gratis," imbuhnya. 

Secara terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, Renung Rubiyataji melalui Rudi, seorang staf TPA Talangagung mengatakan, sebanyak 300 warga yang sudah menggunakan kompor biogas ini.

Rudi memaparkan, inovasi kompor yang berasal dari gas metana ini sudah dilakukan sejak 2009 silam. 

"Kita sudah mulai dari 2009, kita kembangkan sedemikian rupa dengan teknologi seadanya, sehingga pada 2011 sudah dilaunching oleh Gubernur Jawa Timur sebagai kawasan mandiri energi," kata Rudi ketika ditemui di TPA Talangagung, Kamis (27/7/2023).

Awal mula muncul ide pembuatan kompor berbahan bakar biogas, dikatakan Rudi berangkat dari pengendalian gas metana. 

Di mana di TPA Talangagung, jenis sampah yang paling banyak ditemui berupa sampah organik. Sampah organik merupakan salah satu penghasil gas metan. Di sisi lain, gas metan ini berkontribusi besar terhadap pemanasan global. 

Berangkat dari hal itu, pengendalian gas metana dari sampah mulai dilakukan. 

"Tumpukan sampah kita olah, kita pasang penangkap gasnya, setelah itu gas mengalit ke pipa, sebelumnya memasuki proses pemurnian terlebih dahilu," sebutnya. 

Rudi mengaku, kompor biogas ini merupakan pioneer dari beberapa TPA lainnya. Sehingga, banyak dari beberapa daerah melakuka studi banding ke TPA Talangagung untuk menirunya. 

"Kita berharap ini bisa ditirukan di beberapa TPA di Indonesia, karena TPA harus ramah lingkungan juga berwawasan ekonomi," imbuhnya. 

Selain bermanfaat untuk warga sekitar, proses pengendalian sampah ini juga dapat mempercepat pemrosesan sampah. 

"Ini bisa mempercepat penguraian sampah, sehingga masa pakai dari TPA akan jauh lebih lama," tukasnya.

(lu'lu'ul isnainiyah/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer


Foto: Aniyatul (36) warga Dusun Kasin, Desa Talangagung sehari-hari memasak menggunakan kompor berenergi biogas dar gas metana yang berasal dari sampah di TPA Talangagung, Kamis (27/7/2023).