TRIBUNMATARAMAN.COM - Pandemi covid-19 yang dimulai 2020 lalu menyebabkan sekolah-sekolah ditutup sementara waktu dan proses belajar mengajar digelar secara daring.
Tak terkecuali sekolah-sekolah di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur.
Di SDN Ngadisari 2 Sukapura, Kabupaten Probolinggo, misalnya, para murid harus mengakses materi pelajaran melalui telepon seluler karena kegiatan belajar mengajar di kelas ditiadakan.
Namun, tidak semua proses itu berjalan dengan lancar karena platform pembelajaran tidak diimbangi dengan teknologi telepon seluler yang memadai.
Akhirnya, banyak murid yang kesulitan menerima materi dan mengerjakan soal-soal pelajaran sekolah.
“Kami mengalami kesulitan belajar secara online di rumah. Spesifikasi telepon seluler yang dipakai murid sebagian besar tidak mendukung platform pembelajaran,” kata Ahmad Samiaji, guru kelas V SDN Ngadisari 2 Sukapura.
Setelah pihak sekolah dan wali murid berdiskusi, akhirnya mereka membentuk komunitas-komunitas belajar di masyarakat. Tentu, langkah ini telah diizinkan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Probolinggo.
“Semua guru dan kepala sekolah SDN Ngadisari 2 memahami jika anak-anak perlu pendampingan saat belajar. Tidak bisa dibiarkan belajar sendiri secara online di rumah,” jelas Pak Sam, panggilan akrab Ahmad Samiaji.
Pertemuan belajar dilakukan dua kali dalam seminggu. Durasi pertemuan maksimal dua jam. Jadwal pagi hari mulai pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan sore hari pukul 14.00 – 16.00 WIB.
Jarak duduk siswa dan guru tetap memperhatikan standar kesehatan selama pandemi yaitu berjarak dua meter. Setiap peserta belajar memakai masker dan mencuci tangannya dengan hand sanitizer.
Lokasi tempat belajar bergantian. Pertemuan pertama di rumah warga, kedua di balai umat Hindu atau sebaliknya. Wilayah Desa Ngadisari yang berupa lereng gunung tidak memungkinkan ada banyak rumah cukup luas untuk menampung beberapa anak sekaligus. Jadi, hanya beberapa rumah warga saja yang dijadikan jujugan untuk belajar.
Salah satunya, rumah Kurniasih. Perempuan berusia 30 tahun ini adalah wali murid dari Meita Aureliana Zindhi, 12, siswi kelas V. Dia dengan senang hati menyediakan rumahnya sebagai tempat belajar anak-anak.
“Anak saya senang sekali. Sebelumnya, hampir tiap hari dia mengeluh karena tidak bisa bertemu dengan teman-temannya,” kenang Kurniasih.
Sebagai ibu, dia menyarankan agar Meita bersabar sebab semua juga mengalami hal yang sama sepanjang pandemi ini. Tidak bisa bertemu tatap muka dan mematuhi aturan pemerintah.
“Meita kurang suka belajar memakai telepon seluler karena lebih sulit dipahami dan merasa jenuh,” kata Kurniasih.
Bukan Kurniasih saja ternyata yang mengalami hal demikian. Hampir semua wali murid lainnya mempunyai kisah yang sama.
Mereka akhirnya berkonsultasi ke pihak SDN Ngadisari 2 dan mengatakan belajar secara daring kurang efisien bagi murid.
Solusi untuk menghilangkan kejenuhan mereka kemudian membentuk komunitas-komunitas belajar itu. Kegiatan ini berlangsung mulai akhir 2020 hingga awal 2022.
Sebagai tuan rumah, Kurniasih kadang-kadang menyediakan camilan dan minuman susu untuk anak-anak saat belajar. Jika belum selesai belajar, Pak Sam tidak memperbolehkan anak-anak bermain. Setelah itu, barulah mereka diizinkan bersantai sejenak selama 30 menit.
Komunitas belajar ini sangat fleksibel. Satu komunitas bisa terdiri dari siswa kelas I hingga VI sebab sekolah mengelompokkan murid berdasarkan jarak antarrumah mereka. Tidak ada kesulitan dengan hal ini karena sudah terbiasa menerapkan Pembelajaran Kelas Rangkap.
Model pembelajaran ini memungkinkan seorang guru mengajar dua kelas sekaligus dalam ruangan dan waktu yang sama. Program ini merupakan kerja sama antara Dindik Kabupaten Probolinggo dan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI).
“Awalnya hanya delapan sekolah di Kecamatan Sukapura yang menerapkan model belajar ini. Sekarang ada 136 sekolah di seluruh Kabupaten Probolinggo,” kata Dr Fathur Rozi, Kepala Dindik Probolinggo, saat ada kunjungan dari pihak Department of Foreign Affairs and Trade Australia di Sukapura.
Kelas Rangkap dipilih sebagai usaha untuk mengatasi rasio guru terhadap siswa yang tidak imbang di Kabupaten Probolinggo. Banyaknya guru yang pensiun dan kondisi geografis yang tidak mudah dicapai bagi guru untuk bertugas membuat pemerataan pendidikan kurang maksimal.
(tribunmataraman.com)
editor: eben haezer