Berita Lumajang

Kiai yang Didakwa Mencabuli 3 Santriwati di Lumajang Dijatuhi Hukuman 5 Tahun Penjara

Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kekerasan seksual

TRIBUNMATARAMAN.COM - Seorang kiai yang didakwa melakukan pencabulan terhadap 3 santriwati di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dijatuhi vonis penjara selama 5 tahun dan 5 bulan. 

Vonis ini dibacakan hakim PN Lumajang, Selasa (20/12/2022) kemarin

"Persidangan dilakukan pada Selasa kemarin. Terdakwa divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun 4 bulan," ujar Kasipidum Kejari Lumajang, Mirzantio Erdinanda, Rabu (21/12/2022).

Dia mengatakan, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 8 tahun penjara.

Mirzantio menambahkan, terdakwa yang berinisial FN juga dikenai hukuman denda sebanyak Rp 1 miliar akibat perbuatan asusila tersebut.

"Pidana dendanya Rp 1 miliar dengan subsider 2 bulan. Artinya jika terdakwa tidak membayar denda tersebut maka hukumannya akan bertambah 2 bulan," ungkap Mirzantio.

Terakhir, Mirzantio menyatakan jika sikap hukum terdakwa menanggapi putusan tersebut belum sepenuhnya nenerima.

"Sikap terdakwa masih pikir-pikir," ungkapnya.

Kronologi

Kasus ini terjadi pada Mei 2022 silam. 

Saat itu, warga kecamatan Kedungjajang, Lumajang, menggeruduk pondok pesantren yang diasuh kiai tersebut. 

Bahkan ada yang melempari rumah pengasuh ponpes berinisial FN dengan batu.

Amukan massa ini mengakibatkan jendela kaca rumah FN pecah.

Banyaknya jumlah massa yang datang, membuat seluruh penghuni ponpes ketakutan.

Amukan warga dipicu oleh adanya tiga santriwati  yang mengaku mengalami pelecehan seksual saat menimba ilmu di ponpes itu.

Pelecehan seksual dilakukan FN dengan modus meminta pijat.

Tiga korban yang dilecehkan ini semuanya masih berusia di bawah umur. Masing-masing berusia 13,14, dan 16 tahun. 

Dugaan perbuatan pelecehan seksual ini terjadi sekitar bulan Januari-Maret 2022. Hal tersebut mulai tercium setelah hari libur Lebaran berakhir, kabarnya salah seorang korban enggan kembali ke ponpes.

Sikap santri inilah yang menjadi awal mula dugaan kasus pelecehan seksual tersebut mencuat. Salah seorang korban melaporkan yang dialaminya kepada orang tuanya.

(erwin wicaksono/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer