TRIBUNMATARAMAN.COM - Satu saksi kunci, Yosef, suami mendiang almarhumah Tuti Suhartini dan ayah Amalia Mustika Ratu, rencananya akan dipanggil oleh penyidik Polda Jabar.
Pemanggilan Yosef itu dibenarkan oleh kuasa hukumnya jika kliennya akan kembali dipanggil penyidik, Kamis (25/11/2021) besok.
"Besok jam 09.00 WIB atau jam 10.00 WIB klien kami kembali mendapatkan undangan pemanggilan yang langsung suratnya dari Polda Jabar," ucap Rohman Hidayat kuasa hukum Yosef saat dihubungi melalui sambungan seluler, Rabu (24/11/2021).
Meski demikian, kuasa hukum Yosef masih belum mengetahui maksud dan tujuan pemanggilan kliennya.
"Kami masih belum tahu maksud tujuan penyidik yang kembali memanggil Pak Yosef, kabarnya bukan hanya Pak Yosef saja yang dipanggil ada juga saksi lain yang mendapatkan undangan pemanggilan besok," katanya.
Kuasa hukum Yosef juga mengungkapkan, pemanggilan kliennya langsung menggunakan surat atas nama Polda Jabar dan sudah tidak lagi mengatasnamakan Polres Subang.
"Dari suratnya langsung Ditreskrimsus Polda Jabar yah bukan lagi dari Polres Subang, sudah dipastikan penyidiknya juga dari Polda Jabar," ujar Rohman.
Seperti diketahui sebelumnya, pembunuhan Ny Tuti Suhartini (55) dan anaknya Amelia Mustika Ratu (23) terungkap dari laporan Yosef, suami korban yang melihat kondisi tak wajar di kediamannya.
Yosef melihat ceceran darah di lantai rumahnya sampai ke arah mobil.
Ia kemudian menelusuri ceceran darah hingga ke mobil dan menemukan anak dan istrinya yang sudah tak bernyawa di dalam bagasi mobil Alphard dengan kondisi tak berbusana.
Lantas kejadian tersebut dilaporkan ke Polsek Jalan Cagak.
Polisi kemudian ke TKP untuk melakukan olah TKP.
Dalam olah TKP diduga ada keterlibatan orang dalam atau kenal dengan keluarga korban.
Meski dugaannya seperti itu, penyelidikan yang dilakukan Polres Subang tak kunjung menguak siapa eksekutornya.
Akhirnya Polda Jabar dan Bareskrim Mabes Polri ikut turun tangan.
Namun hingga dua bulan lebih, polisi belum berhasil mengungkap pembunuhan di Dusun Ciseuti, Desa/Kecamatan Jalan Cagak, Subang pada 18 Agustus 2021.
Diketahui hingga hari ke-50, kasus pembunuhan di Subang ini masih menjadi misteri.
Mulai dari beberapa kali olah TKP, pemeriksaan saksi, tes DNA, melacak CCTV, hingga pembongkaran makam Tuti dan Amalia.
Akhirnya penyidik mengautopsi ulang jasad Tuti dan Amalia ini diketahui dilakukan pihak Polres Subang, Polda Jabar dan Mabes Polri pada Sabtu, 2 Oktober 2021.
Terkait otopsi ulang yang dilakukan beberapa waktu lalu, Kombes Pol Erdi A Chaniago mengurai alasannya.
Rupanya, polisi melakukan otopsi ulang lantaran baru mendapat keterangan atau petunjuk dari saksi baru.
Petunjuk tersebut kemudian akan dicocokkan dengan hasil otopsi jenazah Tuti dan Amalia.
"Kenapa Kita melaksanakan otopsi ulang dua kali ? Karena ada keterangan tambahan dari saksi-saksi, petunjuk yang kita dapatkan, sehingga Kita menyandingkan atau menyesuaikan dengan akibat yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban," papar Kombes Pol Erdi A Chaniago.
Terkait dengan otopsi tersebut, polisi mengaku sudah menerima hasilnya.
Namun, polisi belum bisa mengungkap hasil autopsi jasad Tuti dan Amalia kepada khalayak.
Sebab, penyidik masih terus mendalami hasil otopsi tersebut.
"Sudah didapatkan (hasil otopsi), namun tidak bisa Kita sampaikan. Karena ini masih dalam ranah penyelidikan dan ini konsumsi penyidik," ujar Kombes Pol Erdi A Chaniago.
Sebelumnya, dr Hastry, menyatakan proses identifikasi di kasus Subang ini berbeda dengan kasus lainnya.
Kalau pada kasus biasa tim forensik bisa cepat mengidentifikasi karena ada data pembanding keluarga.
Sementara di kasus pembunuhan yang menewaskan Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu ini, sudah ada puluhan DNA yang didapat dari lokasi dan sekitarnya.
Hanya saja, puluhan DNA ini perlu dicocokkan dengan properti atau barang bukti lain di tempat kejadian perkara (TKP).
"Kalau darah bisa 3 hari. kalau benda mati, misalnya darah di baju itu lama.
Sidik jari di rokok, kursi, pintu itu butuh waktu lama. Itu bisa kuat DNA nya," katanya.
Kasus Subang ini cukup lama karena ada pemeriksaan berulang hingga beberapa kali.
Hal ini terjadi karena ada kekacauan di TKP yang membuat kondisinya terkontaminasi dengan banyaknya orang yang keluar masuk tanpa diketahui penyidik.
Khusus DNA yang ditemukan di puntung rokok di lokasi kejadian, diakui dr Hastry memang butuh satu bulan untuk mengungkapnya.
Hal itu karena penyidik juga ingin mencocokkan DNA itu dengan waktu kematian korban.
"Itu yang sulit karena harus kita ulang lagi, kita bandingkan dengan properti atau sisa-sisa rokok yang lain.
Karena rumah itu banyak didatangi orang-orang dari yayasan.
Oh... yang baru itu DNA siapa, sesuai gak dengan waktu kejadian, dengan waktu kematian? Jadi lamanya di situ," terangnya.
Meski lama, dr Hastry memastikan sudah menemukan petunjuk penting kasus ini.
"Sebenarnya kita sudah dapat dan selesai dari properti yang kita periksa di laboratorium forensik di Jakarta itu sudah ketemu semua," tegasnya.
Dalam kesempatan itu dr Hastry juga membocorkan bagaimana caranya mengungkap calon tersangka dalam kasus ini dilihat dari cara merokoknya.
Dijelaskan dr Hastry, pada identifikasi puntung rokok bisa diketahui bagaimana profil orangnya.
"Profile orang merokok berbeda. Bisa sampai satu potong rokok habis, bisa 3/4," katanya.
Selain itu juga bisa diketahui dari cara memegang rokoknya.
"Kita juga bisa profile dari saksi-saksi ini. Bagaimana dia memegang rokok, bagaimana dia menghabiskan rokok, itu bisa dihabiskan ternyata berbeda-beda. Nanti bila sewaktu-waktu diumumkan (tersangka), memang cara merokoknya seperti itu," urainya.
Diungkapkan Hastry, tanpa disadari, dari puluhan saksi yang merokok itu menjadi bahan identifikasinya.
"Itu kayak memprofile. Mungkin masyarakta gak mikir, itu kerja polisi. Jadi perlu berhati-hati. DNA berbicara, profile dia merokok, merknya apa, itu sudah ada rekamannya," tegasnya. (Tribun Jabar)