Berita Terbaru Kabupaten Kediri

Angka Perceraian di Kabupaten Kediri Tinggi, Penyebab Terbanyak Masalah Ekonomi

Tren perceraian di Kabupaten Kediri masih menunjukkan angka yang tinggi sepanjang paruh pertama tahun 2025

Penulis: Isya Anshori | Editor: Sri Wahyuni
TribunMataraman.com/Isya Anshori
PA KEDIRI - Suasana depan Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Kediri di Jalan Sekartaji Desa Doko Ngasem. 

TRIBUNMATARAMAN.COM I KEDIRI - Tren perceraian di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, masih menunjukkan angka yang tinggi sepanjang paruh pertama tahun 2025.

Dari total 1.522 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kediri, mayoritas merupakan gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri.

Panitera Muda PA Kabupaten Kediri, Moh. Muhsin mengungkapkan bahwa cerai gugat mendominasi dengan 1.205 perkara sementara cerai talak yang diajukan oleh pihak suami tercatat sebanyak 317 perkara.

"Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan mulai berani mengambil keputusan untuk mengakhiri rumah tangga yang dianggap sudah tidak sehat, terutama karena alasan ekonomi," katanya, Jumat (1/8/2025) sore 16.50 WIB. 

Dia menjelaskan bahwa persoalan ekonomi menjadi faktor utama yang mendorong istri mengajukan gugatan cerai.

Banyak diantara mereka mengaku tidak lagi mendapat nafkah secara layak dari suami, bahkan dalam sejumlah kasus, ditinggalkan begitu saja tanpa tanggung jawab.

"Kebanyakan karena suami tidak menafkahi. Kadang juga ditinggal begitu saja, bahkan tidak sedikit yang terlibat judi online. Ini memperburuk kondisi ekonomi keluarga," jelasnya.

Selain faktor ekonomi, Muhsin menambahkan ada pula perkara yang dipicu oleh kehadiran pihak ketiga, campur tangan orang tua, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Namun, aspek finansial tetap menjadi penyebab dominan.

"Masalah rumah tangga memang kompleks. Tapi dari data yang kami terima, hampir setengahnya bermuara pada kegagalan suami dalam memenuhi tanggung jawab ekonomi," tegasnya.

Baca juga: Guru PAI Sekolah Rakyat Jombang Mundur Sejak Sebelum Pembelajaran

Dia juga menjelaskan bahwa tidak semua gugatan bisa langsung diproses. Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi adalah pasangan telah berpisah tempat tinggal minimal enam bulan. Kecuali dalam kasus KDRT atau kondisi mendesak lainnya.

"Kalau masih tinggal serumah dan tidak ada alasan kuat, biasanya belum bisa langsung diterima gugatannya," tambah Muhsin.

Sebagai catatan, jumlah perkara pada semester I tahun 2025 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari-Juni 2024, tercatat 1.455 perkara perceraian, yang terdiri dari 1.153 cerai gugat dan 302 cerai talak.

Dari tren tersebut, Muhsin melihat bahwa semakin banyak perempuan yang berani mengambil sikap ketika hak-haknya sebagai istri tidak terpenuhi.

Ini, menurutnya, menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum di kalangan masyarakat, khususnya kaum perempuan.

 

(Isya Anshori/TribunMataraman.com)

Editor : Sri Wahyunik

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved