Pil Pahit Efisiensi Anggaran
LIPSUS - Anggaran Pemda Dipangkas, Industri Perhotelan di Wilayah Mataraman Was-Was
Kebijakan efisiensi anggaran adalah pil pahit yang harus dirasakan oleh para pelaku usaha perhotelan. Kini mereka merasa Was-was.
Penulis: Isya Anshori | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.COM | KEDIRI – Melalui Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan dilaksanakannya efisiensi anggaran.
Lewat kebijakan efisiensi anggaran ini, pemerintah menargetkan bisa menghemat anggaran Rp 306.695.177.420.000 atau Rp 306,6 triliun. Terdiri dari Rp 256,1 triliun dari pemangkasan anggaran belanja kementerian/lembaga, serta Rp 50,5 triliun dari memangkas transfer daerah.
Salah satu instruksi kepada kepala daerah adalah untuk membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, dan seminar atau focus group discussion.
Baca juga: LIPSUS - Efisiensi Anggaran, Instansi di Kota Malang Batalkan Sewa Ruangan Hotel Untuk Seremonial
Pembatasan belanja pemerintah daerah untuk kegiatan yang bersifat seremonial membuat berbagai sektor industry was-was. Mereka yang selama ini menjadi vendor untuk kegiatan-kegiatan seremonial yang digelar pemerintah daerah, risau lantaran kebijakan ini akan membuat mereka kehilangan potensi pendapatan. Di antaranya pelaku industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) seperti pengusaha hotel, restoran, dan event organizer.
Pil Pahit
Bagi mereka, kebijakan efisiensi anggaran ibarat pil pahit yang harus ditelan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kediri Raya, Sri Rahayu Titik Nuryati mengatakan bahwa pemangkasan anggaran tentu berdampak bagi bisnis perhotelan, terutama yang biasa bekerja sama dengan pemerintah dalam penyelenggaraan agenda pemerintahan.
"Kami memahami pentingnya efisiensi anggaran bagi pemerintah, tetapi di sisi lain, sektor pariwisata seperti perhotelan dan restoran turut merasakan dampaknya. Hotel-hotel yang biasa digunakan sebagai venue acara pemerintahan mengalami penurunan permintaan. Meski begitu, di Kediri Raya sendiri belum ada laporan konkret mengenai dampak ini, karena kebijakan ini baru diberlakukan," kata perempuan yang akrab dipanggil Yayuk itu, Senin (17/2/2025).
Menurutnya, dampak dari kebijakan ini kemungkinan baru akan terlihat beberapa bulan ke depan, mengingat agenda pemerintahan biasanya mulai ramai pada bulan Maret dan seterusnya.
"Biasanya, awal tahun tidak begitu ramai, tetapi setelah Maret, event pemerintah mulai banyak. Jika pemangkasan anggaran ini terus berjalan, maka dampaknya bisa lebih terasa," tambahnya.
Menurut Yayuk, daerah tingkat provinsi dan kota-kota besar kemungkinan akan merasakan dampak yang lebih signifikan dibanding daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada peninjauan lebih lanjut terhadap kebijakan ini, terutama jika efeknya meluas ke banyak sektor.
PHRI Kediri Raya berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan pemangkasan anggaran ini agar sektor perhotelan dan restoran tidak mengalami dampak yang terlalu besar.
"Kami berharap ada keseimbangan antara efisiensi anggaran dan keberlanjutan sektor usaha, khususnya perhotelan dan restoran yang selama ini juga menjadi bagian dari ekosistem ekonomi daerah," ujar Yayuk.
Event Dibatalkan
Seorang pengusaha hotel di Kota Kediri yang enggan ditulis namanya, mengatakan bahwa di awal tahun ini, hotelnya telah mengalami penurunan permintaan event. Dibanding periode yang sama di tahun lalu, penurunannya cukup signifikan. Bahkan, beberapa event pemerintah yang sudah dijadwalkan untuk beberapa bulan mendatang, akhirnya dibatalkan.
"Memang event pemerintahan biasanya mulai ramai setelah Lebaran atau sekitar bulan April. Namun, karena adanya kebijakan pemangkasan anggaran, beberapa agenda pemerintahan yang sudah dijadwalkan terpaksa harus dibatalkan. Salah satu alasannya adalah mundurnya pelantikan wali kota serta pemangkasan anggaran," jelasnya.
Dia menyebut, dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah event pemerintahan yang diselenggarakan di hotelnya mengalami penurunan lebih dari 50 persen.
"Tahun lalu, event pemerintahan di awal tahun sudah mulai ada beberapa. Tetapi tahun ini jumlahnya jauh berkurang. Bahkan, nilai transaksi dari event yang ada pun turun lebih dari 50 persen. Kalau misal dulu 200 juta, sekarang turun tidak sampai Rp100 juta," tambahnya.
Menurutnya, kondisi ini bisa berdampak besar terhadap pendapatan hotel dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perhotelan dan restoran.
"Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan terjadi pengurangan karyawan karena revenue hotel menurun drastis. Belum lagi nantinya akan mempengaruhi PAD daerah tersebut," terangnya.
"Kalau kebijakan ini berlanjut tanpa ada kompensasi atau strategi mitigasi, tentu akan banyak usaha yang kesulitan bertahan,” lanjutnya.
Hindari PHK
General Manager Favehotel Kediri, Kasila Arimba Grace mengatakan, meskipun pahit, kebijakan pemerintah harus tetap diikuti, meskipun memberikan dampak serius bagi industri perhotelan dan pariwisata.
Namun, menurutnya, pelaku usaha tidak bisa hanya pasrah tanpa mencari solusi alternatif.
"Kami belum bisa mengukur dampaknya secara maksimal karena Januari dan Februari memang periode paceklik bagi hotel. Namun, Alhamdulillah, hingga saat ini masih cukup baik," katanya, Senin (17/2/2025).
Kasila mengatakan, biasanya, di awal tahun, baik pemerintah maupun perusahaan swasta mulai menjalankan anggaran mereka sehingga tingkat okupansi hotel pun meningkat.
Namun, tantangan baru muncul karena Maret adalah bulan Ramadan, yang biasanya juga menjadi periode sepi bagi hotel.
Untuk menyiasati penurunan tingkat hunian selama bulan puasa, Favehotel Kediri menghadirkan program khusus seperti acara buka puasa bersama dan ngabuburit yang telah berjalan selama dua tahun terakhir dengan hasil yang terus meningkat.
"Jika market dari pemerintah di Kabupaten mulai berkurang, kami akan mencoba menjangkau pasar di tingkat provinsi," tambahnya.
Kasila menegaskan bahwa meskipun ada tantangan ekonomi, pihaknya berkomitmen untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.
"Dari masa pandemi Covid-19 hingga sekarang, kami tidak pernah melakukan PHK. Kami selalu berusaha bertahan bersama karena semua orang tetap membutuhkan penghasilan," katanya.
Perjalanan Dinas
Manajer Operasional Hotel Grand Mansion Blitar, Altin Toreh mengatakan, meski dampak kebijakan efisiensi anggaran belum terasa sekarang, para pengusaha hotel mengaku ketar-ketir.
Mereka khawatir karena dengan adanya kebijakan itu, jumlah tamu dari pemerintahan yang melakukan perjalanan dinas juga akan berkurang.
"Pastinya, walaupun juknis belum turun, kami (pelaku usaha hotel) sudah ketar-ketir (dengan kebijakan efisiensi anggaran). Otomatis kebijakan itu akan mempengaruhi, bukan hanya okupansi tapi juga event-event pemerintah di hotel," Altin Toreh yang akrab disapa Eleng, Jumat (14/2/2025).
Eleng mengatakan, selama ini, selain okupansi, pengusaha hotel juga mengandalkan pendapatan dari sewa hall dan ruangan untuk event maupun rapat dari pemerintah daerah.
Dalam sebulan, bisa ada lima sampai enam kali event maupun meeting dari dinas pemerintah daerah di Hotel Grand Mansion.
"Hall di Grand Mansion paling sering digunakan untuk kegiatan dinas pemda. Kalau wedding musiman. Di luar okupansi, pendapatan besar kami dari sewa hall untuk kegiatan dinas. Sebulan bisa lima sampai enam kali," ujar pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PHRI Kabupaten Blitar itu.
Untuk sewa kamar hotel dari pemerintah, kata Eleng, okupansinya tidak terlalu tinggi. Okupansi hotel di Kota Blitar, khususnya di Grand Mansion masih didominasi dari swasta, yaitu, sales dan wisatawan.
Kondisi normal, bukan weekend, okupansi di Hotel Grand Mansion hanya sekitar 40-50 persen dari jumlah total kamar 85 unit.
Saat weekend, okupansi kamar do Hotel Grand Mansion bisa mencapai 70-75 persen.
"Pengalaman tahun kemarin, okupansi hotel dari kegiatan pemda tidak berdampak besar. Hanya membantu sekitar 10-20 persen saja. Paling besar sewa hall untuk event dan meeting dari pemda," katanya.
Dibahas di Munas PHRI
Sekretaris PHRI Kota Blitar, Reza Hasjim mengatakan dampak kebijakan efisiensi anggaran juga menjadi pembahasan dalam Munas PHRI di Bogor pekan lalu.
Namun, Reza tidak tahu detail pembahasan soal dampak efisiensi anggaran di Munas PHRI.
"Yang jelas Munas PHRI di Bogor salah satunya juga membahas soal itu (kebijakan efisiensi anggaran)," kata Reza ditemui Kamis (13/2/2025).
Dikatakannya, saat ini, dampak kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat membang belum terasa bagi para pelaku usaha hotel.
Namun, para pelaku usaha hotel tetap merasa khawatir pendapatannya akan turun dengan adanya kebijakan itu.
"Saya sempat call ke beberapa dinas menanyakan kegiatan. Mereka bilang maaf pak, kami masih menunggu kebijakan pemangkasan anggaran," ujar pria yang mengelola Grup Hotel Patria itu.
Reza khawatir, kebijakan efisiensi anggaran akan berpengaruh terhadap event-event di Kota Blitar.
Meski tidak berdampak besar, event yang diselenggarakan pemerintahan ikut meningkatkan okupansi hotel.
Okupansi hotel di Grup Hotel Patria di hari normal sekitar 40-50 persen dari jumlah total kamar sebanyak 600-an unit.
Ketika ada event, okupansi hotel bisa naik menjadi 60-70 persen. Kalau akhir pekan, okupansi hotel kisaran 70 persen.
"Seperti ketika ada acara Bulan Bung Karno, okupansi hotel bisa mencapai 80 persen. Terutama pas momen Haul Bung Karno," katanya.
Malah, kata Reza, ketika acara Blitar Ethnic National (BEN) Carnival 2024 lalu, okupansi hotel di Kota Blitar mencapai 100 persen.
Sebab, acara BEN Carnival 2024 lalu bersamaan dengan kegiatan Rapat Kerja Komisariat Wilayah IV ke-19 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Raker Komwil IV Apeksi).
Sejumlah perwakilan pemerintah kota di wilayah Indonesia Timur ikut hadir di acara tersebut.
"Kalau nanti ada pembatasan perjalanan dinas, apakah acara BEN tetap bisa mendatangkan tamu dari luar daerah? Kalau tidak bisa, otomatis pendapatan hotel ikut turun," ujarnya.
Menurutnya, saat ini, hotel di Kota Blitar mengandalkan tamu dari swasta untuk sewa kamar.
Sedang dari pemerintahan, hotel mengandalkan sewa hall maupun ruangan untuk event maupun meeting.
Di grup Hotel Patria sendiri dalam sebulan rata-rata ada dua event yang menggunakan hall maupun ruangan untuk kegiatan pemerintahan.
"Kalau acara rapat maupun event di luar kantor juga dibatasi, para pengusaha akan berdampak. Karena sewa hall dan ruangan paling banyak dari kegiatan pemerintahan," katanya.
Jumlah hotel dan penginapan di Kota Blitar saat ini sekitar 40-an. Dari total itu, yang menjadi anggota PHRI baru sekitar 16-an hotel.
"Kami masih menunggu kebijakan itu di daerah. Mudah-mudahan ada kelonggaran untuk event-event di daerah supaya usaha perhotelan tetap berkembang," katanya.
(isya anshori/luthfi husnika/samsul hadi/tribunmataraman.com)
Editor: eben haezer
Pil Pahit Efisiensi Anggaran
Liputan Khusus
Lipsus
efisiensi anggaran
PHRI Kediri
dampak efisiensi anggaran pada industri perhotelan
Sri Rahayu Titik Nuryati
Dampak Efisiensi Anggaran, Program Puslatkot Atlet KONI Kota Blitar Ditiadakan Tahun Ini |
![]() |
---|
Dampak Efisiensi Anggaran, Pelayanan Jemput Bola di Dispendukcapil Kabupaten Blitar Dikurangi |
![]() |
---|
Terdampak Efisiensi Anggaran, Pembangunan Pasar Kesamben Blitar Batal Terealisasi Tahun Ini |
![]() |
---|
Industri Perhotelan Mulai Merasakan Dampak Dari Kebijakan Efisiensi Anggaran |
![]() |
---|
Meski Ada Efisiensi Anggaran, Pemkab Trenggalek Pastikan Pembangunan JLS Tetap Jalan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.