Press Release

Upaya Sekolah di Sekitar Gunung Bromo Tekan Learning Loss Selama Pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 telah berakhir. namun pandemi itu sempat menyebabkan learning loss di sekolah-sekolah di sekitar Gunung Bromo. Ini cara mengatasinya

Editor: eben haezer
ist
Kunjungan Madeleine Moss, Minister Counsellor Governance and Human Development Australia, bersama Lauren Bain, First Assistant Secretary Southeast Asia Maritime Division Australia, dan Mark Heyward, Direktur Program INOVASI, ke SDN Ngadisari 2 Sukapura, Probolinggo, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Pandemi covid-19 yang dimulai 2020 lalu menyebabkan sekolah-sekolah ditutup sementara waktu dan proses belajar mengajar digelar secara daring. 

Tak terkecuali sekolah-sekolah di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur.

Di SDN Ngadisari 2 Sukapura, Kabupaten Probolinggo, misalnya, para murid harus mengakses materi pelajaran melalui telepon seluler karena kegiatan belajar mengajar di kelas ditiadakan. 

Namun, tidak semua proses itu berjalan dengan lancar karena platform pembelajaran tidak diimbangi dengan teknologi telepon seluler yang memadai.

Akhirnya, banyak murid yang kesulitan menerima materi dan mengerjakan soal-soal pelajaran sekolah.

“Kami mengalami kesulitan belajar secara online di rumah. Spesifikasi telepon seluler yang dipakai murid sebagian besar tidak mendukung platform pembelajaran,” kata Ahmad Samiaji, guru kelas V SDN Ngadisari 2 Sukapura.

Setelah pihak sekolah dan wali murid berdiskusi, akhirnya mereka membentuk komunitas-komunitas belajar di masyarakat. Tentu, langkah ini telah diizinkan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Probolinggo.

“Semua guru dan kepala sekolah SDN Ngadisari 2 memahami jika anak-anak perlu pendampingan saat belajar. Tidak bisa dibiarkan belajar sendiri secara online di rumah,” jelas Pak Sam, panggilan akrab Ahmad Samiaji.

Pertemuan belajar dilakukan dua kali dalam seminggu. Durasi pertemuan maksimal dua jam. Jadwal pagi hari mulai pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan sore hari pukul 14.00 – 16.00 WIB.

Jarak duduk siswa dan guru tetap memperhatikan standar kesehatan selama pandemi yaitu berjarak dua meter. Setiap peserta belajar memakai masker dan mencuci tangannya dengan hand sanitizer.

Lokasi tempat belajar bergantian. Pertemuan pertama di rumah warga, kedua di balai umat Hindu atau sebaliknya. Wilayah Desa Ngadisari yang berupa lereng gunung tidak memungkinkan ada banyak rumah cukup luas untuk menampung beberapa anak sekaligus. Jadi, hanya beberapa rumah warga saja yang dijadikan jujugan untuk belajar.

Salah satunya, rumah Kurniasih. Perempuan berusia 30 tahun ini adalah wali murid dari Meita Aureliana Zindhi, 12, siswi kelas V. Dia dengan senang hati menyediakan rumahnya sebagai tempat belajar anak-anak.

“Anak saya senang sekali. Sebelumnya, hampir tiap hari dia mengeluh karena tidak bisa bertemu dengan teman-temannya,” kenang Kurniasih.

Sebagai ibu, dia menyarankan agar Meita bersabar sebab semua juga mengalami hal yang sama sepanjang pandemi ini. Tidak bisa bertemu tatap muka dan mematuhi aturan pemerintah.

“Meita kurang suka belajar memakai telepon seluler karena lebih sulit dipahami dan merasa jenuh,” kata Kurniasih.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved