Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Warung Kejujuran Ala Imam Masjid RS Bhayangkara Tulungagung: 10 Tahun Andalkan Kejujuran Konsumen

10 Tahun sudah, John Lennon, imam masjid di RS Bhayangkara Tulungagung mengoperasikan kantin kejujuran di RS Bhayangkara Tulungagung.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
John Lennon (43) di warung kejujuran miliknya yang ada di pojok Rumah Sakit Bhayangkara Tulungagung. Imam Masjid RS Bhayangkara ini sudah menjalankan warung kejujuran lebih dari 10 tahun lalu.   

Tahun 2008 KPK dan Kejaksaan Agung pernah mencanangkan Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah. Namun ternyata kantin sekolah ini hampir semuanya tutup akibat perilaku tidak jujur pada siswa. Namun John Lennon, imam masjid Rumah Sakit Bhayangkara Tulungagung berhasil menerapkan konsep warung kejujuran sejak lebih dari 10 tahun lalu.

TRIBUNMATARAMAN.COM - Di pojok masjid Rumah Sakit Bhayangkara Tulungagung terdapat sebuah gerobak berisi berbagai minuman instan, kopi, teh dan gula. Gerobak inilah warung kejujuran milik John Lennon (43), imam masjid ini. Warung ini tidak pernah ditunggu, namun bisa bertahan sejak lebih dari 10 tahun lalu.

Warung kejujuran milik John Lennon menjadi tujuan keluarga pasien dan penunggu pasien yang ingin ngopi. Atau mereka yang butuh air panas sewaktu-waktu bisa memasak sendiri di warung ini. John tidak pernah menunggu warungnya.

“Semua silakan buat sendiri, bayar di kotak kasir yang sudah saya sediakan. Tidak pernah saya menunggui,” ucap John, saat ditemui di warungnya.

Sebuah spanduk dipasang John di pagar masjid yang berhimpitan dengan warungnya. Ia memasang harga Rp 3000, dan memberi keterangan: “Silakan Bikin Sendiri, Bebas”.

John berkisah, pada mulanya dirinya membuat warung kopi menggunakan gerobak.

Niatnya setiap hari hanya buka sampai pukul 23.00 WIB. Namun ternyata banyak penunggu pasien yang nongkrong di warung sampai subuh. Kondisi ini membuat John merasa kelelahan.

Di tengah rasa lelahnya, ia lalu mulai berpikir untuk melakukan amal dan menggratiskan dagangannya. Semua bebas membuat kopi sendiri tanpa dipungut biaya. Namun ternyata konsumennya tidak ada yang mau mencuci gelas dan membiarkan begitu saja.

“Akhirnya kan capek juga, tinggal cuci gelas saja kok gak mau. Saya yang akhrinya yang harus cuci gelas sendiri,” kenangnya.

John sempat berhenti berjualan kopi dan menaruh gerobaknya di asrama Polri yang ada di belakang RS Bhayangkara. Seorang anggota polisi bernama Saiful sempat memintanya berjualan lagi, namun John menolaknya. Tanpa diminta polisi itu memperbaiki gerobaknya hingga John mau tak mau berjualan lagi untuk menghormati Saiful.

Kali ini John buka dari selepas ashar sampai pukul 21.00 WIB, lalu buka lagi menjelang subuh sampai pukul 07.00 WIB.

Sekitar 5 tahun John menunggui warungnya. Namun akhirnya dia berpikir untuk kembali menerapkan konsep swalayan, dengan menekankan kejujuran kepada konsumennya.

“Akhirnya bismillah, warung tidak saya tunggui. Saya hanya sediakan kotak kasir dari kaleng biskuit, kalau mau bayar saya putar lagi, kalau gak bayar, anggap saja itu amal saya,” ucapnya.

Di luar dugaannya, cara ini justru berjalan dengan luar biasa. John melihat hasilnya sama dengan saat dia harus menunggu warungnya. Bahkan uang dalam kotak kasir yang terbuat dari kaleng biskuit itu tidak pernah hilang.

Hanya sekali John kehilangan tabung gas elpiji 3 kilogram. Karena itu sekarang John merantai tabung gas untuk memasak air ini agar tidak kembali dicuri. Sedangkan kotak kasir sekarang sudah dibuat lebih kokoh mirip kotak amal.

Kini setiap pagi dan sore John memeriksa warungnya, memastikan barang apa saja yang kurang. Selain itu John juga mencuri semua gelas kotor dan menyediakan air bersih. Dengan metode warung kejujuran ini John berhasil menjalan usahanya sejak 10 tahun terakhir.

“Ada juga yang ikut beramal, menaruh gula atau kopi di gerobak. Terus sering kali ada uang Rp 50.000 atau Rp 100.000 di kotak kasir,” ungkapnya.

Dengan warung kejujuran ini bapak 7 anak mengaku lebih bisa fokus mengurusi masjid. Bahkan rezekinya juga bisa buat kebutuhan 7 anaknya. Di sela kegiatannya John kadang juga membantu parkir yang ada di depan RS Bhayangkara.

Sebelumnya warung kopi milik John adalah satu-satunya yang ada di sekitar RS Bhayangkara. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak warung maupun pedagang kaki lima yang berjualan kopi. Namun menurutnya, penghasilannya tidak pernah berkurang karena kehadiran warung ini.

“Setelah saya kalkulasi ternyata juga tidak pernah menyusut. Masing-masing dapat rezekinya, karena yang mengatur adalah Yang Maha Agung,” tegas John.

Agus Utomo, seorang tenaga kesehatan di RS Bhayangkara mengakui warung kejujuran milik John sangat membantu. Terutama saat menjelang subuh, saat keluarga pasien membutuhkan air panas. Mereka bisa memasak sendiri sesuai kebutuhannya dengan harga yang terjangkau.

“Sejak sebelum subuh warungnya sudah ramai. Para nakes juga banyak yang ngopi di sini,” ungkap Agus.

Sayangnya saat Surya melakukan wawancara John tengah sibuk mengurusi kelahiran anaknya yang ke-7. Sejumlah barang di warungnya belum dipasok ulang, terutama kopi bubuk yang menjadi andalannya.

(david yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved