Berita Tulungagung

Dinkes Tulungagung Temukan 1.332 Pasien TBC Baru Sepanjang 2022

Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung telah menemukan 1.332 pasien tuberkulosis (TBC) baru selama tahun 2022 ini.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
ilustrsi - Ruang pengambilan sampel dahak, salah satu fasilitas untuk menjaring suspect TBC. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung telah menemukan 1.332 pasien tuberkulosis (TBC) baru selama tahun 2022 ini.

Jumlah itu masih sekitar 54,43 persen dari target yang ditetapkan, sebanyak 2.447 pasien.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan RI memberikan target untuk menemukan terduga (suspect) TBC di Kabupaten Tulungagung sebanyak 13.249 orang.

Angka ini berdasarkan prosentase angka kejadian TB dari total jumlah penduduk.

Dari jumlah target itu, Dinkes sudah menemukan 12.384 suspect TBC.

"Jadi dari suspect yang sudah kami periksa itu, ditemukan pasien baru sejumlah 1.332 orang," terang Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Tulungagung,  Didik Eka.

Lanjut Didik, di tahun 2020-2021 proses investigasi kontak dan pencarian suspect TBC terhenti karena pandemi.

Apalagi Tulungagung sempat masuk ke Level 1 PPKM, sehingga kunjungan ke rumah-rumah dilarang.

Namun saat ini proses pelacakan kontak dan suspect kembali digalakkan.

Dari 1.332 pasien baru ini tidak ada angka kematian.

Saat ini Dinkes juga menangani 13 pasien TBC resisten obat (RO).

Satu orang pasien TBC RO lainnya meninggal dunia di tahun 2022 ini.

"Dua pasien TBC RO tertular dari pasien lain yang juga TBC RO. Sedangkan 11 lainnya karena berobat yang tidak tepat,"  ungkap Didik.

Pasien TBC RO ini menjadi perhatian khusus, karena mereka juga akan menularkan TBC resisten obat.

Untuk mendukung pengobatan, pemerintah mengalokasikan dana transportasi Rp 700.000 per bulan.

Setiap hari mereka harus datang ke fasilitas kesehatan, untuk minum obat dan diawasi.

"Minum obatnya di depan petugas setiap hari. Selesai, tidak ada pusing, tidak ada mual diperbolehkan pulang," tutur Didik.     

Pasien TBC di Kabupaten Tulungagung mulai dari anak-anak sampai lansia.

Taraf ekonomi dan pendidikannya pun beragam, dari yang rendah sampai yang tinggi.

Menurut Didik, kendala utama penanganan TBC adalah stigma masyarakat terhadap pasien.

TBC dianggap penyakit turunan, penyakitnya orang miskin atau penyakit yang jorok sehingga harus disembunyikan.

Akibatnya banyak pasien yang sudah dinyatakan TBC oleh dokter berusaha mencari pendapat kedua, bahkan mencari dukun.

"Akhirnya dia malah menularkan ke banyak orang. TBC ada obatnya dan bisa disembuhkan, jangan takut," tegas Didik.

Salah satu lembaga yang digandeng Dinas Kesehatan untuk memerangi TBC adalah Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Yabhysa).

Kader Yayasan ini aktif menjangkau dan mendampingi pengobatan pasien TBC sampai sembuh.

Menurut Ketua Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera Cabang Tulungagung, Cut Mala Hayati Anshari, memang ada kendala penolakan pasien.

Sikap ini karena stigma buruk tentang TBC yang berkembang di masyarakat.

Para pasien merasa malu dan menutup diri, tidak jujur sehingga semakin banyak menularkan penyakit.

"Karena itu kader kami aktif melakukan sosialisasi tentang TBC ke masyarakat. Bahwa TBC bukan hal yang memalukan  untuk diakui," ujar Cut Mala.  

(David Yohanes/TRIBUNMATARAMAN.COM)

editor: eben haezer
   

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved