Pesulap Merah Vs Gus Samsudin
Begini Pengakuan Gus Samsusidin Soal Ilmu Pengobatan yang Didapat: Belajar di Pondok Pesantren
Gus Samsudin mengungkapkan, dirinya memperoleh kemampuan pengobatan dari mengaji sebagai santri di beberapa pondok pesantren
Laporan Wartawan Tribun Mataraman Network Luhur Pambudi
TRIBUNMATARAMAN.com| SURABAYA - Gus Samsudin pemimpin Padepokan 'Nur Dzat Sejati' yang viral karena berseteru dengan pesulap merah gegara meragukan metode pengobatannya, blak-blakan mengenai sumber asal dirinya memperoleh ilmu pengobatan.
Bukan berasal dari ilmu laduni ataupun sejenisnya. Ia mengungkapkan, dirinya memperoleh kemampuan pengobatan tersebut dari mengaji sebagai santri di beberapa pondok pesantren (Ponpes).
Selama ini, Gus Samsudin mengaku, pernah belajar di ponpes yang diasuh oleh Abah Suyuthi Al-Ghozali (Cepu, Jateng).
Kemudian, perjalanan mencari ilmunya itu, berlanjut hingga ke Ponpes Al Jannatul Darul Mawa (Lamongan).
"Saya pernah ikut Abah Suyuthi Al-Ghozali (Cepu, Jateng), dulu. Pernah juga di Pondok Al Jannatul Darul Mawa (Lamongan). Paling lama di Abah Sayuthi Al Ghozali," katanya saat ditemui awak media di depan Gedung Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Jumat (12/8/2022).
Selama 'mondok', Gus Samsudin memperoleh ilmu pengobatan dari mengamalkan secara kontinyu atau istiqamah, doa-doa khusus pengobatan dalam Kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah.
"Kita dari pesantren, ada pelajaran khusus belajar untuk pengobatan atau doa doa khusus. Contoh dari Al-Adzkar An-Nawawiyah," ungkapnya, saat ditemui awak media di depan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, seusai jalan pemeriksaan penyidik.
Selain itu, Gus Samsudin, juga mempelajari Kitab Syams al-Ma'ari al-Kubra, karangan dari al-Buni al-Maliki, untuk mengamalkan perilaku sabar dengan cara tidak makan makhluk bernyawa, ataupun entitas makhluk hidup yang berasal dari tanah.
"Kalau saya sanadnya dari kitab Syams al-Ma'ari al-Kubra merupakan karangan dari al-Buni al-Maliki. Di situ ada amalan, tentang kabumiaan. Itu selama mengamalkan karomah Sulton Syekh Abdul Qodir Jailani, selama 5 tahun, rowat yaitu tidak makan yang bernyawa, dan tidak memakan semua hal yang dari dalam tanah," ungkapnya.
Termasuk, alasan mengapa dirinya selalu bahkan nyari tidak pernah memakai alas kaki saat beraktivitas di lingkungan sosial.
Gus Samsudin menegaskan, latar belakangnya adalah ingin mengamalkan ajaran yang diperolehnya dari ponpes tersebut.
Bahwa, inti dari mengamalkan ajaran tersebut adalah terletak pada implementasi perilaku dan sikap sabar.
"Selain itu, ketika berjalan tidak pakai sandal. Harus menginjak tanah, supaya belajar wataknya tanah. Tanah itu sifatnya sabar, belajar wataknya bumi. Walaupun dicaci dan dibully tidak akan membalas, tapi tetap memberikan kebaikan," jelasnya.
Saat disinggung mengenai upaya hukum ke pihak kepolisian atas tuduhan si pesulap merah, disebut berseberangan dengan nilai utama amalan yang diterapkannya itu.
Gus Samsudin membedakan antara membalas secara langsung perbuatan jahat, melalui perbuatan jahat serupa. Dengan, menanggapi tuduhan yang tak benar agar pihak penuduh memperoleh hidayah dan pelajaran agar tersadar bahwa perbuatan yang dilakukan salah.
"Tapi (ini beda) jenengan menyerahkan kepada pihak hukum. Bukan berarti melaporkan itu kita balas dendam. Tetapi memberikan pengajaran pada orang itu, bahwa; apa yang kamu lakukan itu salah lho. Kamu menuduh orang tapi kamu tidak punya bukti, hanya opini," jelasnya.
"Sama kayak, anda di rumah anda sendiri, tapi dituduh mencuri, tapi anda tanya yang dicuri siapa, kejadian di mana, lalu mana barang buktinya, kan gak ada. Tapi karena yang menuduh ini seorang yang besar atau artis. Benar-benar dikatakan pencurian. Gitu. Kalau anda melogikakan seperti itu. Pahami orang sesuai dengan tendensi ilmunya," pungkasnya.