Kolonel Priyanto Divonis Seumur Hidup

Terungkap 10 'Dosa' Kolonel Priyanto Pembunuh Sejoli Nagreg yang Divonis Penjara Seumur Hidup

Ketua Majelis Hakim Brigjen TNI Faridah Faisal mengungkapkan sepuluh kesalahan yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto

Editor: faridmukarrom
Tribun Jakarta
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (21/4/2022).   

TRIBUNMATARAMAN.com - Terungkap 10 dosa besar yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto sehingga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Diketahui jika Majelis Hakim Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan putusan pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana terkait kecelakaan sejoli di Nagreg Jawa Barat Kolonel Inf Priyanto pada Selasa (7/6/2022).

Ketua Majelis Hakim Brigjen TNI Faridah Faisal dalam berkas putusan yang dibacakannya menyatakan Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tiga tindak pidana.

Pertama, pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

Kedua, perampasan kemerdekaan orang lain yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua.

Ketiga, menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang dilakukan secara bersama-sama.

Kolonel Priyanto divonis bui seumur hidup (Tribunnews.com/ Gita Irawan)

"Memidana terdakwa oleh karena itu pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Faridah.

Faridah juga menjabarkan 10 hal terkait aspek kepentingan militer, aspek keadilan masyarakat, sikap batin pelaku, dan sasaran tindak pidana.

Pertama, Priyanto dalam kapasitasnya selaku prajurit berpangkat Kolonel dididik, dilatih, dan dipersiapkan oleh negara untuk berperang dalam melaksanakan tugas-tugas selain perang yang dibebankan negara kepadanya pada hakikatnya adalah untuk melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa.

Kedua, perbuatan Priyanto telah merusak citra TNI Angkatan Darat khususnya kesatuannya di masyarakat.

"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI," kata Faridah.

Keempat, Faridah mengatakan perbuatan Priyanto bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat yang diatur dalam hukum masyarakat.

Kelima, perbuatan Priyanto bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam nilai Pancasila dan tidak mencerminkan nilai peri kemanusiaan yang beradab dan norma agama yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

Keenam, perbuatan Priyanto merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat.

"Bahwa dengan mengingat perbuatan terdakwa sudah sedemikian berat, maka kondisi psikologis sosial kemasyarakatan secara umum dan secara khusus kondisi psikologis para keluarga korban sehingga dalam penjatuhan pidana terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," kata dia.

Kedelapan, perbuatan Priyanto dilakukan dengan sengaja dalam keadaan sadar.

Kesembilan, pembunuhan yang dilakukan Priyanto dilakukan dengan rencana terlebih dahulu.

Kesepuluh, pembunuhan dilakukan oleh Priyanto ditujukan kepada korban Handi Saputra yang tidak berdaya dan tidak berdosa dan bukan musuh TNI.

"Dan seharusnya terdakwa dalam kecelakaan lalu lintas memberikan pertolongan dan membawa para korban ke rumah sakit terdekat bukan malah membunuhnya dan membuangnya ke sungai," kata dia.

Selain itu, Faridah juga menjelaskan dua hal yang meringankan Priyanto.

Pertama, Priyanto telah berdinas selama kurang lebih 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhkan hukuman disiplin.

"Kedua, terdakwa menyesal atas perbuatannya," kata Faridah.

Keluarga Korban Mengaku Sangat Puas dengan Putusan Hakim

Ibunda Salsabila atau ibu korban mengaku puas dengan hal tersebut, namun ia memiliki harapan lain.

Suryati (42), ibu dari Salsabila, korban tabrakan yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto pada 8 Desember 2021 lalu di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengaku puas dengan vonis seumur hidup yang diberikan hakim kepada Kolonel Priyanto.

Ia mengikuti betul perkembangan kasus tersebut. Vonis yang ditetapkan pada hari ini pun tak luput dari pantauannya.

"Kalau menurut saya mah sudah setimpal hukuman seumur hidup," kata Suryati kepada Kompas.com, di kediamannya, Selasa (7/6/2022).

Kendati puas dengan vonis tersebut, Suryati masih menunggu itikad baik dari keluarga pelaku.

Setidaknya, kata dia, ada kalimat "maaf" yang terucap dari pelaku atau dari keluarganya.

 "Kalau bisa keluarga dari ketiga terdakwa datang ke sini, perlihatkan itikad baiknya. Itu sebetulnya harapan saya, semua keluarganya datang ke sini," ujarnya.

 Baginya, hukuman yang disematkan pada Kolonel Priyanto itu sudah cukup membuat dia dan keluarga tenang.

"Tapi itu memang sudah keputusan yang impas bagi ibu," jelasnya.

Hal yang sama disampaikan Paman Salsabila, Deden Sutisna (41).

"Seumur hidup itu sudah pantas. Kami sejak awal sudah menyerahkan sepenuhnya ke pengadilan," ujarnya.

Setelah Priyanto menerima vonis hari ini, kata Deden, semakin terlihat bahwa keluarga para tersangka tidak memiliki itikad baik.

Padahal, pernah ada kabar keluarga para tersangka mau datang untuk meminta maaf atau sekedar berbelasungkawa.

Namun sayang, hingga saat ini masih tidak ada sama sekali.

"Cuma pihak keluarga dari semua tersangka, saya nilai tidak ada itikad baiknya. Katanya mau datang ke rumah sini, namun tidak ada," ungkapnya.

Deden mengatakan, jika memang ada itikad baik, dia dan keluarga besar membuka pintu selebar-lebarnya.

Namun, jika tidak lebih baik tidak perlu dipertemukan lagi.

Sebelumnya diberitakan, hari ini tersangka yang menewaskan dua sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung, Kolonel Infanteri Priyanto, divonis hukuman seumur hidup.

Selain itu, dia juga dikeluarkan dari Dinas Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Vonis dibacakan oleh Majelis Hakim Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, pada Selasa (7/6/2022).

Adapun Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, usai menabrak sejoli tersebut di Nagreg.

Ia bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan sebagai terdakwa.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved