Reog Ponorogo

Mengenal Sejarah Tari Reog Ponorogo Asli Jawa Timur yang Justru Tak Didaftarkan Mendikbud ke UNESCO

Tari Reog Ponorogo adalah seni tari tradisional masyarakat Ponorogo, Jawa Timur yang juga dikenal dengan sebutan Barongan

Editor: faridmukarrom
Sofyan Arif Candra
Ratusan Seniman Reog Ponorogo Menggelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Komplek Kantor Pemkab Ponorogo, Jalan Alun-alun Utara, Kamis (7/4/2022) malam. 

TRIBUNMATARAMAN.com - Tari Reog Ponorogo adalah seni tari tradisional masyarakat Ponorogo, Jawa Timur yang juga dikenal dengan sebutan Barongan.

Tari asal Ponorogo ini mengenal perang antara Kerajaan Kediri dengan Ponorogo akibat Singabarong (Raja Kediri) tidak merestui putrinya, Dewi Ragil Kuning, untuk dilamar Klono Sewandono (Raja Ponorogo).

Penampilan reog diawali 3 tarian pembukaan berturut-turut oleh pemeran Warok, Jathil, dan Bujang Ganong dengan penampilan Klono Sewandono sebagai adegan inti.

Barongan tampil sebagai sajian penutup Tari Reog.

Adapun penarinya mengenakan Caplokan (kepala Singa) dihiadi Dadak Merak.

Kesenian yang mulanya bernama “Barongan” ini, dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam yang berasal dari Bali.

Maka, tidak mengherankan jika kesenian reog mirip dengan kesenian barong di Bali.

Sejarah Tari Reog Ponorogo

Mengutip Kompas.com, ada sejumlah versi dari sejarah terciptanya kesenian Tari Reog Ponorogo, yakni:

 1. Legenda Singo Barong

Cerita pertama adalah kisah Klono Sewandono, sosok Raja Bantarangin yang hendak melamar Dewi Sanggalangit seorang putri raja di Kediri.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni Klono Sewandono harus mengalahkan singo barong yang berada di Alas Roban.

Ia membawa sejumlah pasukan berkuda yang sayangnya dengan mudah dikalahkan oleh singo barong.

Klono Sewandono kemudian menggunakan sumping di telinganya yang menjelma menjadi dua ekor merak yang mengalihkan perhatian singo barong.

Berkat cara tersebut, singo barong terpesona pada merak yang kemudian mudah dikalahkan menggunakan Pecut Saman yang dibawa Klono Sewandono.

Pesta pernikahan Klono Sewandono dan Dewi Sanggalangit kemudian diiringi dengan hadirnya singo barong dan dua ekor merak yang bertengger di atas kepalanya.

2. Cerita Ki Ageng Kutu

Sementara cerita kedua berasal dari kisah Ki Ageng Kutu, abdi Raja Brawijaya V yang meninggalkan Majapahit.

Ki Ageng Kutu kemudian mendirikan padepokan Surukubeng yang mengajarkan ilmu kanuragan dengan permainan barongan.

Sayangnya, Raja Brawijaya V justru menganggap Ki Ageng Kutu tak mau lagi mengikuti titahnya dan berkhianat.

Kemudian diutuslah Raden Katong untuk menyerang padepokan itu dan berakhir dengan kekalahan Ki Ageng Kutu.

Sebagai imbalan, Raja Brawijaya V memberikan Raden Katong tanah perdikan di Wengker.

Mendikbud Nadiem Makarim Justru Tak Daftarkan Reog Ponorogo ke UNESCO

Sementara itu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko minta Menteri Nadiem Makarim kaji ulang keputusan soal tak daftarkan Reog Ponorogo ke UNESCO.

Padahal menurut Sugiri, saat ini pengakuan Reog sebagai budaya milik Ponorogo sangat dibutuhkan mengingat Malaysia juga tengah berupaya mengklaim Reog melalui UNESCO sebagai budaya milik negaranya.

"Reog Ponorogo mendapatkan urutan yang kedua, jadi yang diutamakan oleh Kemendikbud (untuk diusulkan ke UNESCO) adalah jamu," kata Kang Giri, sapaan akrab Sugiri Sancoko, Jumat (8/4/2022).

"Kami tidak kecewa, tapi 'nelongso'. Reog ini usulan dari rakyat kecil, sudah membahana membumi sejak kami belum lahir sudah ada, tapi dikalahkan korporasi jamu," lanjutnya

Kang Giri menegaskan, pihaknya tidak memandang jamu sebagai usulan yang tidak baik, namun dalam situasi Pandemi Covid-19 seperti saat ini, Reog Ponorogo terancam punah.

Adanya pembatasan kegiatan masyarakat selama Pandemi Covid-19 membuat seniman Reog tidak bisa manggung menampilkan budayanya.

"Turunan dari Reog ini banyak, di sektor ekonomi, ada pengrajin, seniman, bakul UMKM. Ketika reog manggung mereka bergantung di sana," terang Kang Giri.

Di tengah sulitnya manggung karena Pandemi Covid-19, Malaysia mencoba untuk mengklaim Reog Ponorogo adalah budaya miliknya.

Dengan berbagai pertimbangan yang mendesak tersebut, Kang Giri memohon kepada pemerintah pusat terutama Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mengkaji ulang rencana usulan Warisan Budaya TakBenda ke UNESCO.

"Sebagai bupati, mewakili komunitas kami memohon kebijaksanaan mas menteri (Nadiem Makarim) berpikir ulang bahwa reog yang dicintai, merupakan karya adi luhung, karya bangsa asli wong cilik, sehingga jika disandingkan dengan korporasi kami tidak rela," tegasnya.

Sementara itu, para seniman Reog Ponorogo juga mengaku kaget dengan keputusan

Mendikbudristek yang lebih memilih mengusulkan Jamu ke UNESCO di tengah

maraknya klaim seni Reog oleh pemerintah Malaysia. 

“Kami terus terang kaget dengan keputusan Mendikbudristek yang mengabaikan suara wong cilik. Kami selama pandemi covid-19 merasakan betul kesulitan itu. Paraseniman menjerit karena kesulitan melakukan pentas," ujar salah satu tokoh seniman Reog Ponorogo, Hari Purnomo 

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sejarah Tari Reog Ponorogo: Legenda Singo Barong dan Cerita Ki Ageng Kutu,

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved