Berita Kediri

Pengusaha Beromzet Rp 35 Juta Sehari Terancam Tergusur Proyek Bandara, Keberatan Nilai Ganti Rugi

Pengusaha di Kabupaten Kediri yang terdampak proyek bandara Kediri mengeluhkan kecilnya nilai pembebasan lahan, apalagi omzet usahanya sudah besar

Penulis: Farid Mukarom | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/farid mukarom
Liswatun Naimah, pemilik usaha di Desa Grogol Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri yang akan tergusur dalam proyek Bandara Kediri 

TRIBUNMATARAMAN.com | KEDIRI - Warga terdampak proyek Bandara Kediri mengeluhkan kecilnya nilai pembebasan lahan yang dianggap jauh dari harga pasar.

Seperti yang dialami Liswatun Naimah, (39) Desa Grogol Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri Jawa Timur.

Rumahnya yang seluas 296 meter persegi di Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, masuk dalam salah satu tempat pembebasan lahan untuk proyek Bandara Kediri.

Liswatun menyampaikan, sebagai warga negara yang baik, ia sangat mendukung program pembangunan pemerintah.

Termasuk Pembangunan Proyek Bandara Kediri yang diketahui mempunyai nilai manfaat dalam segi perekonomian masyarakat.

Namun yang terjadi, dengan adanya proyek bandara ini, ia mengaku tak mendapat manfaat secara langsung karena nilai ganti rugi tanah yang dirasakan tak sesuai dengan harapan.

Semula berawal pada bulan Februari tahun 2019, dimana saat itu Liswatun mendapatkan panggilan untuk datang ke Pendopo Kecamatan Grogol.

Pada saat di Pendopo Kecamatan Liswatun diberikan pengunguman tentang nilai ganti rugi yang ditawarkan sebesar 10,5 juta untuk per 14 meter.

Namun Liswatun menolak dengan dasar pada tahun 2017 sebelumnya nilai harga pasar di area rumahnya ini untuk per 14 meter mencapai Rp 15 juta.

"Begitu diumumkan di Pendopo Kabupaten jika harga Per Ru (14 Meter, red) harga malah turun dari 15 juta menjadi 10,5 juta jelas kami keberatan. Masalahnya harga ini bisa naik, bisa sampai 2 hingga 3 kali lipat dari 2017," ujarnya saat ditemui di rumahnya.

Listawun kemudian bertanya kepada pihak kecamatan atau yang berkepentingan untuk mengurusi pembebasan lahan Proyek Bandara terkait alasan harga tanah bisa turun.

"Katanya pada tahun 2017, jalan sini (area rumah Liswatun,) masih belum masuk PSN (proyek strategis nasional). Sedangkan pada tahun 2019, area ini udah masuk PSN yang artinya harga menjadi turun," jelasnya.

Akan tetapi Liswatun tetap bersikukuh tak bisa menerima alasan dan penawaran harga tanah yang menurutnya masih jauh dari harga pasar.

"Saya mematok harga per meternya itu 4 juta. Jika dikalikan 14 meter, maka ketemunya 56 juta. Alasan saya adalah tanah saya ini tanah usaha. Saya juga punya surat ijin usaha," imbuhnya.

Untuk jenis usaha yang dimiliki Liswatun adalah penjualan bahan pokok sembako dengan nilai omset sehari mencapai Rp 25 juta hingga Rp 35 juta.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved