5 Fakta Guru Rudapaksa Santriwati, Korban jadi 21 & Gunakan Bisikan Misterius Hingga Korban Luluh
Berikut sejumlah fakta kasus guru rudapaksa santriwati. Korban Herry Wirawan jadi 21 orang hingga terungkap bisikan misterius
Penulis: Alif Nur Fitri P | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.COM - Berikut sejumlah fakta kasus Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung.
Dari informasi terbaru, korban aksi rudapaksa Herry Wirawan bertambah hingga menjadi 21 santriwati.
Sejumlah santriwati korbannya ada yang dalam kondisi mengandung, bahkan telah melahirkan.
Aksi Herry Wirawan terhadap santriwatinya itu sontak menuai kecaman masyarakat.
Berikut fakta-fakta kasus Herry Wirawan dilansir dari TribunJabar.com Guru Rudapaksa Santri, Korban Bertambah, Istri Pelaku Tak Tahu
Baca juga: Residivis Pencurian Menjarah Warung Korban Erupsi Gunung Semeru, Ditangkap Warga Lalu Viral
1. Korban 21 Santriwati
Sebelumnya dilaporkan korban aksi Herry Wirawan adalah 12 santriwati.
Namun, jumlah korban bertambah menjadi 21 santrowati
Hal tersebut diungkap Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Garut Diah Kurniasari.
Para korban tersebut bukan hanya warga Garut.
Mirisnya, korban yang rata-rata masih di bawah umur ada yang sedang hamil, bahkan telah melahirkan.
Khusus korban asal Garut, yang sudah melahirkan sebanyak delapan orang.
Semuanya tinggal dengan orang tuanya dan mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Garut.
"Kondisi korban saat ini insya Allah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap mengahadapi media," ucapnya di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.
2. Orang Tua Santriwati Syok
Diah, menyebut kebanyakan santriwati yang ada di sana merupakan anak tidak mampu yang ingin anaknya mendapat pendidikan gratis.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah.
Diah menyebut bahwa para orang tua berat menerika kenyataan bahwa anaknya datang justru dalam kondisi hamil, bahkan sudah ada yang melahirkan.
Para orang tua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.
"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," tambahnya.
3. Pelaku Gunakan Bisikan Misterius
Pihak pengacara korban, Yudi Kurnia, menyampaikan hal yang bisa dibilang aneh dalam kasus ini.
Itu adalah adanya bisikan misterius yang diberikan pelaku kepada korban.
Bahkan, bisikan misterius itu bisa membuat korban luluh kepada pelaku.
"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau.
Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai LBH Serikat Petani Pasundan, Jumat (10/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.
Menurut pengakuan korban, bisikan itu disampaikan di dekat telinga korban.
Namun, korban sendiri tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh pelaku dan hingga kini masih menjadi misteri.
"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya.
4. Santriwati Diminta Cari Donasi
Selain itu Yudi juga menyebut bahwa santri banyak menghabiskan waktunya untuk mencari donasi dibanding belajar.
Mereka seperti dimanfaatkan dan diibaratkan sebagai mesin uang.
Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.
Hal itu sudah dilakukan bahkan sejak pesantren itu berdiri pada tahun 2016.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar.
Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. Proposal galang dana," ucap Yudi.
5. Tak Ada Guru Perempuan
Di sana, guru tetap juga hanya pelaku, Herry Wirawan seorang.
Guru lainnya tidak tetap dan hanya jarang-jarang datang ke pondok pesantren itu.
Hal yang lebih mengherankan adalah tidak ada guru perempuan di dalam pesantren yang mengurusi puluhan santriwati itu.
Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.
"Dan laki-laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ucapnya.
Kini pihaknya tengah memperjuangkan untuk menghukum pelaku dengan kebiri.
Hal ini, juga sesuai dengan keinginan keluarga korban yang menginginkan hal serupa.