Eksklusif

Mimpi Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi: Kalau Bisa Jangan Sampai Ada Rujukan ke Luar Blitar

Penulis: Samsul Hadi
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LAYANAN KESEHATAN - Pemred Tribun Jatim Network, Tri Mulyono (kiri) sedang berbincang dengan Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, dr Endah Woro Utami, Selasa (4/2/2025). Saat ini, RSUD Ngudi Waluyo sedang mengembangkan pelayanan kesehatan unggulan untuk masyarakat Blitar.

TRIBUNMATARAMAN.COM I BLITAR - Pemimpin Redaksi Tribun Jatim Network, Tri Mulyono berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, dr Endah Woro Utami MMRS, Selasa (4/2/2025).

Dalam wawancara itu, dr Woro, panggilan akrab Endah Woro Utami menyampaikan banyak hal terkait pengelolaan dan pengembangan fasilitas kesehatan unggulan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Berikut adalah petikan wawancara dengan dr Woro:

TRIBUNJATIM NETWORK - Bu Woro, sebelum ngobrol banyak hal, bisa disampaikan dulu soal profil dan kondisi saat ini di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi?

dr Woro :  Baik, jadi kalau namanya RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, itu milik Pemkab Blitar dan merupakan rumah sakit kelas B Pendidikan. Kalau di Blitar, kami menjadi rumah sakit rujukan di Blitar Raya termasuk Kota Blitar juga rujukannya ke sini.

Tempat tidur kami awal sebelum standar KRIS (kamar rawat inap standar), itu 240 bed. Kini, agar masyarkat lebih nyaman, kami turunkan dulu 206 bed.

Nah, ada bangunan megah itu merupakan salah satu perwujudan KRIS. Supaya masyarakat ngamar (rawat inap di RSUD) itu tempat tidurnya juga standar.

TRIBUNJATIM NETWORK - Apakah nanti jumlahnya bed itu bertambah seiring keberadaan gedung baru atau masih sama?

dr Woro :  Saat ini 206 bed, dengan tambahan gedung delapan lantai itu (jumlah tempat tidur) bertambah, tapi tidak banyak. Prediksinya 220 bed.

TRIBUNJATIM NETWORK - Kalau tenaga kesehatan sendiri ada berapa?

dr Woro :  Kami tenaga kesehatan total ada 685, itu sudah termasuk ASN dan pegawai BLUD. Tapi, belum dihitung yang outsourcing seperti driver, kebersihan, dan satpam.

TRIBUNJATIM NETWORK - Tadi sudah dijelaskan ada gedung baru. Barang kali bisa dijelaskan soal layanan apa di gedung baru dan mungkin juga layanan unggulannya?

dr Woro : Jadi kalau di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi ini ditunjuk oleh Kemenkes sebagai pengampu madya untuk Blitar Raya dan sekitarnya.

Layanan pertama yang terbanyak yaitu stroke center. Itu kasus terbanyak. Dengan stroke center nanti, harapannya angka kematian akibat stroke semakin turun.

Pelayanan andalan berikutnya PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif). Ini adalah layanan kesehatan yang menangani kasus kegawatdaruratan ibu hamil dan bayi.

PONEK tu untuk ibu melahirkan sama bayi baru lahir satu bulan. Nah itu menjadi unggulan karena bayi yang berat badanya 800 gram dengan perawatan terstandar di rumah sakit sekarang anak ini sudah menjadi balita sehat.

Kemudian juga di samping itu, kami punya pelayanan jantung. Pasien jantung di Blitar ini per hari sudah sampai 100 orang. Mungkin warga Blitar karena suka blendrang.

TRIBUNJATIM NETWORK - Pentingnya begini bu, penanganan jantung butuh waktu cepat. Kalau di sini sudah ada (pelayanan jantung), tidak perlu lagi jauh ke Surabaya dan Malang.

dr Woro :  Jadi Blitar itu penyakit terbanyak jantung, stroke, kencing manis, dan tidak kalah ketinggalan kasus kanker. Harapannya dengan pelayanan di RSUD Wlingi ini menjadi unggulan dan masyarakat tahu tidak usah keluar Blitar. Karena biaya terlalu besar untuk transport dan akomodasi makan dan minum.

TRIBUNJATIM NETWORK - Kalau nanti di gedung baru fasilitas layanan kesehatan apa saja bu?

dr Woro : Gedung baru ada delapan lantai, paling atas rooftop. Masyarakat bisa melihat Blitar dari rooftop.

Di lantai satu, begitu masuk ada costumer service, masyarakat ditrima dengan baik berbau roti. Ada yang jual roti, kafe, jadi mereka begitu masuk tidak seperti masuk rumah sakit, tapi menyenangkan.  Ada layanan donor darah juga di bawah.

Setelah itu, menginjak lantai dua. Ada poli eksekutif. Ini sama layanan BPJS, tapi ada plusnya. Di poli eksekutif, pasien bisa memilih jam berobat, bisa pagi, bisa siang, tergantung waktunya. Tapi ada nilai pelayanan plusnya yang harus bayar.

Di lantai tiga kami ada pelayanan kecantikan. Mulai dari kecantikan kulit, bedah plastik, boleh mulai hidung, mamoplasti, pasang gigi, dan terpenting spesial, kami adalah baru pertama ini di Blitar Raya, Kediri Tulungagung adalah fertilitas. Begitu fertilitas jalan kami akan pengembangan sampai ke bayi tabung.

Kami mulai belajar nanti ada kerja samanya. SDM sudah ada. Ada dokter yang mengurus fertilitas cewek dan fertilitas cowok.

Setelah itu lantai empat dan lima itu yang disebut kamar rawat inap standar tadi atau KRIS. KRIS itu nanti boleh dilihat betul-betul seperti yang dilihat di TV oleh Pak Menkes kami wujudkan seperti itu.

Masyarakat miskin gak punya uang atau dibiayai pemerintah BPJS-nya sama kenyamanannya dalam pelayanan tidak ada perbedaan. Tidak ada kelas 1, 2, dan 3.

Kemudian di lantai enam dan tujuh ini ada VVIP dan presiden suit. Presiden suit tentunya ada dapur, meja makan, ruang keluarga. Ada dua kamar presiden suit. Untuk ruang VVIP di dua lantai ada 16 tempat tidur.

TRIBUNJATIM NETWORK - Bagaimana mengelola ini, rumah sakit butuh biaya operasional? Banyak juga pasien BPJS di rumah sakit.

dr Woro :Pasien BPJS kami sekitar 75 persen. Artinya pasien BPJS ini, kalau sekarang orang menyampaikan BPJS betul-betul menekan pembiayaan, tapi bukan berarti kami tidak bisa bergerak, kami adaptasi.

Caranya efisiensi dari segi obat. Obatnya butuh efisiensi, caranya apa, kalau kemarin butuh banyak injeksi, sekarang kalau bisa minum obatnya, minum. Obat minum jauh lebih murah dari injeksi. Itu inovasi salah satu upaya pelayanan kami.

Standar pelayanan semua dokter harus memberikan obat sesuai formularium nasional. Kedisiplinan itu selalu kami pantau.

Akhirnya, pembiayaan BPJS bagaimana kami tidak rugi. Kalau sudah tidak rugi, intinya kalau dikatakan laba, pengobatan tidak ada laba. Apa yang menjadi kelebihan bayar tadi, kami kembalikan ke masyarakat.

Masyarakat tidak mungkin dikasih obat yang obatnya harus yang istimewa. Yang penting sembuh dan pelayanannya nyaman. Itu yang dimaksud mutu pelayanan baik, cepat sembuh.

TRIBUNJATIM NETWORK - Bu woro, ini rumah sakit milik Pemkab Blitar. Tapi, terlihat rumah sakit ini sudah mandiri. Bagaimana support dari masyarakat agar terus meningkatkan pelayanan di rumah sakit?

dr Woro :  Sebetulnya uang kami ini juga uang pemerintah. Jadi pendapatan rumah sakit juga APBD. Hanya dari APBD ini pemerintah bagi kami supportnya apa? Ya pengelolaan kami dengan BLUD sudah menjadi support.

Artinya kami diberi kewenangan mengatur sesuai kebutuhan masyarakat. Intinya tetap menjalankan visi yang sudah ditetapkan pimpinan daerah.

Kalau sekarang pimpinan berganti maka visinya apa kami mengarah ke sana. Salah satu contoh visi Bapak Bupati terpilih soal pembiayaan gratis lansia.

Nah, bagaimana tidak hanya BPJS, tetapi bagaimana para lansia juga mendapat pengobatan yang baik. Tentu saja yang mampu bisa BPJS mandiri, kalau tidak mampu, apapun lansia pengobatan bisa terjangkau.

Dukungan pemerintah pembiayaan yang kami kelola sendiri. Jadi tidak diambil Pemda, tapi pendapatan kembali untuk pelayanan masyarakat.

Tambah lagi bahwa kami ASN gaji dari APBD, bukan pendapatan kami. Itu sebetulnya dukungan yang besar.

TRIBUNJATIM NETWORK - Bu Woro, bagaimana peran teknologi ini bisa meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD?

dr Woro :  Bicara ini pas sekali. Ini judul disertasi saya. Karena masyarakat kalau di Blitar rata-rata (pendidikan) masih SMP. Bagaimana kami bisa masuk (sistem digital)? Itu pertama-tama kami berat sekali.

Satu contoh bagiamana perubahan digital mulai pasien masuk pendaftaran sudah digital. Kami mengajari itu dengan inovasi Grebeg JKN. Jadi, pagi, pegawai mendampingi pasien agar bisa digital.

Kalau sistem digital yang kami pakai daftar tanpa antrean, JKN mobile. Itu sudah digital, tidak ada kertas lagi, tidak ada antrean. Masuk langsung ke poli. Dan poli rekam medisnya sudah elektronik semua.

Masuk satu sehat aplikasi Kemenkes sudah terhubung, sehingga pasien sudah terlacak pengobatannya dan terpenting lagi dengan digital itu masyarakat tidak perlu antre.

Dicari rekam medisnya. Kalau dulu kan ada pasien marah-marah. Ada rumah sakit bupatinya marah, tapi tidak di sini, karena harus antre mencari rekam medis. Kini tinggal diklik. Peran digital untuk mutu.

Kemudian tidak hanya itu. Untuk resepnya sudah digital e-resep. Dulu antre obat bayangkan. Harus ditulis, dokternya datang. Sekarang tidak, begitu pasien masih diedukasi dokter, resep sudah terkirim.

Kami punya inovasi apotek tanpa antrean (Arjuna). Mereka tidak antre bisa delivery, bahkan waktu itu kami antar ke rumah.

Sekarang tidak diantar ke rumah, begitu datang waiting time, biasanya obat diracik 2 jam, sekarang sudah bisa 30 menit. Sehingga tidak banyak komplain dan biaya tidak banyak.

Sampai pasien pulang, setelah dirawat inap juga begitu. Begitu pasien lab, hasilnya digital. Dikirim tinggal buka hasil lab.

Terpenting lagi tidak hanya di pelayanan, kami manajemen juga punya digital. Mulai dari perencanaan kami punya inovasi yaitu Sisir Putri. Itu wujud transparan kami.

Dengan inovasi itu, perencanaan kebutuhan di ruangan obat, butuh apa itu, harus masuk digital. Tidak ada sampai ada obat habis. Harapannya ini terus berlangsung.

TRIBUNJATIM NETWORK - Bu Woro, apa harapan atau cita cita yang masih belum tercapai di rumah sakit?

dr Woro :  Sebenarnya kepuasan pasien itu ada tiga macam. Jadi bisa langsung ke web kami, maupun ke petugas. Kedua kami punya indeks kepuasaan masyarakat lewat satu sistem langsung. Habis dilayani mereka langsung (memberikan penilaian). Terakhir, ada pihak luar yang menilai.

Rata-rata memang terkait pelayanan, pertama tentu SDM, terutama pelayanan dokter, itu kelemahan kami. Akan terus kami tingkatkan.

Lalu yang tidak bisa dilayani di sini harus dirujuk. Itu kami upayakan di tahun ini. Dokter kami upayakan disiplin. Ada supervisi. Pembinaan terus ditingkatkan.

Terkait rujukan jangan sampai di luar Blitar. Misalnya sakit jiwa harus ke Surabaya, Malang. Sekarang di sini dokter jiwa ada.

Tadi pelayanan jantung sampai pasang ring, kami dapat hibah dari pemerintah. Nanti, jadi rujukan, semua di wilayah Blitar ke sini, tidak usah keluar Blitar. Kami dipilih itu dan dapat anggaran dari pusat.

Kemudian kanker kemoterapi diusahakan ada tahun ini, juga untuk stroke trombolitik jadi empat jam sudah ditangani, itu juga dapat hibah dari kementerian. Kami ditunjuk juga diberi fasilitas. Harapan kami gratis.

TRIBUNJATIM NETWORK - Terakhir, ceritakan sosok Bu Woro? Mulai sekolah sampai meniti karir menjadi Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi?

dr Woro :  Saya kalau boleh dibilang masa kecil anak orang tidak mampu. Saya asli Blitar. Karena orang tidak mampu dan kesulitan berobat waktu itu, akhirnya cita-cita saya dari kecil ingin jadi dokter.

Pendidikan saya lancar. Mulai SD Sananwetan 5 sekarang menjadi SDN Sananwetan 3 Kota Blitar, lalu SMPN 3 Kota Blitar, dan SMAN 1 Kota Blitar. Selanjutnya masuk Fakultas Kedokteran UB.

Setelah lulus, waktu itu 1998, saya dapat tugas di desa di wilayah Pantai Prigi Trenggalek. Jadi pegawai tidak tetap. Tiga tahun wajib kerja di Prigi, di Puskesmas Watulimo. Satu-satunya dokter (di Watulimo), dulu masih jarang ada dokter.

Setelah itu, 2002 diterima pegawai negeri ditempatkan di Panggul Trenggalek. Saya ingin pulang waktu itu, ingin merawat orang tua, bapak ibu sudah sepuh, dan saya anak perempuan satu-satunya. Saya ingin kembali (ke Blitar) dan akhirnya diberi peluang di Kabupaten Blitar pada 2006.

Langsung di rumah sakit (RSUD Ngudi Waluyo Wlingi). Saya jaga IGD. Belajar di rumah sakit, dari bawah. Baru masuk manajemen mulai 2008. Dari kasi, kabid, dan pada 2012 jadi wakil direktur.

Pada 2017 ditunjuk menjadi Plt (pelaksana tugas) direktur dan pada 2019 dipercaya menjadi direktur rumah sakit sampai sekarang.

(samsul hadi/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer