Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Pembudidaya Patin Tulungagung Menangis Karena Harga Jatuh, Jual Atau Tahan Sama-sama Rugi

Penulis: David Yohanes
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ikan patin hasil budidaya di Tulungagung.

TRIBUNMATARAMAN.COM, TULUNGAGUNG - Pembudidaya ikan patin di Tulungagung dibuat pusing dengan harga panen yang hanya Rp 13.500 sampai Rp 14.000 per kilogram.

Dengan harga itu mereka akan rugi jika memanen ikannya, sebab harga BEP di angka Rp 16.000-Rp 18.000 per kilogram.

Sementara jika masih ditahan di kolam, mereka juga menanggung rugi pakan setiap hari.

“Harga idealnya di atas Rp 20.000 per kilogram. Kalau harga sekarang pasti jual rugi,” ujar Yoyok Mubarok, salah satu pembudidaya ikan kawakan di Desa Bendiljati Wetan, Kecamatan Sumbergempol.

Lanjut Yoyok, saat ini hampir tidak ada pembudidaya patin yang menjalin kemitraan dengan perusahaan pakan.

Karena itu saat harga panen tertekan seperti saat ini, para pembudidaya langsung yang merasakan.

Para pembudidaya bingung, karena mereka akan rugi besar jika ikan yang siap panen langsung dijual.

Sementara mereka juga rugi di pakan jika harus menahannya lebih lama di kolam.

Apalagi perusahaan fillet ikan patin menghendaki berat 4-7 ons, atau maksimal 9 ons.

Jika ukurannya lebih dari itu malah ditolak oleh pasar.

“Dengan harga saat ini, maka setiap satu sak pakan kami rugi Rp 50.000. Kalau satu hari menghabiskan 10 sak pakan, tinggal kalikan saja,” ungkap Yoyok.

Yoyok mengaku punya strategi untuk menahan ikan yang siap panen lebih lama di kolam.

Caranya dengan mengurangi asupan pakan setiap hari menjadi seperempat dari biasanya.

Ia mencontohkan, jika satu hari dalam satu kolam butuh 2 sak pakan, maka hanya diberi setengah sak pakan.

“Saya kasih pakan saat sore saja. Dengan cara ini ikan tidak gembos (kurus) dan tidak jadi oversize (kelebihan ukuran),” paparnya.

Karena situasi ini banyak pembudidaya ikan patin yang gulung tikar.

Sebelumnya Kementerian Agama (Kemenag) sempat melakukan survei ke Kelompok Tani Ikan Mina Makmur Desa Bendil Jati Wetan, tempat Yoyok bernaung.

Saat itu Kemenag mencari pasokan daging ikan patin untuk jamaah haji Indonesia.

Namun ternyata kebutuhan konsumsi jamaah haji ini sedikit yang dipasok dari Lampung.

Informasi yang Yoyok dapatkan, kebutuhan terbesar justru dipenuhi dari Thailand dan Vietnam.

Sementara tidak ada sedikitpun daging ikan patin yang diambil dari Tulungagung.

“Tidak seekor pun ikan kami yang diambil. Kecewanya, yang kami dengar pasokan terbesar malah dari Thailand dan Vietnam,” keluh Yoyok.

Tatang Suhartono, pembudidaya sekaligus mantan Kepala Dinas Perikanan Tulungagung, membenarkan apa yang disampaikan Yoyok.

Saat ini yang bisa menjual adalah pembudidaya yang bekerja sama dengan pabrik fillet.

Menurut Tatang, sebenarnya kondisi pasar patin belum pulih selepas pandemi Covid-19.

“Sekarang kita mayoritas masih tergantung pada pabrik fillet. Kalau pasar mereka terbatas, permintaan patin juga sedikit,” jelas Tatang.

Kondisi ini juga tidak lepas dari kelebihan produksi patin di antara pembudidaya.

Saat harga patin bagus, pembudidaya berbondong beralih ke patin.

Akibatnya saat panen bersamaan harga patin anjlok.

“Memang selama ini tidak mau ditata dengan kuota. Ini nanti pasti berbondong-bondong ke jenis ikan lain yang harganya tinggi,” pungkas Tatang.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer