Berita Tulungagung

Kematian Sapi di Tulungagung Mencapai Ratusan Ekor, yang Dilaporkan Disnakkeswan Hanya Puluhan

Penulis: David Yohanes
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sapi perah di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo mati karena PMK.

TRIBUNMATARAMAN.com | TULUNGAGUNG - Suwarno (66),peternak asal Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung mengirimkan data kematian sapi di desanya ke berbagai pihak terkait.

Mulai dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan), Bupati, Kapolres Tulungagung, Komandan Kodim 0807/Tulungagung dan Ketua DPRD.

Bahkan Suwarno juga tengah melengkapi berkas untuk mengirimkan data ke Kementerian Pertanian.

Langkah ini diambil Suwarno karena kecewa data kematian sapi yang disampaikan Disnakkeswan hanya puluhan ekor.

Padahal kenyataan di lapangan, jumlah sapi yang mati di Desa Penjor hingga Rabu (27/7/2022) saja ada 272 ekor.

"Saya punya data valid, sangat rinci. Nama peternak, jumlah sapi awalnya berapa, berapa yang sakit, berapa yang sembuh dan berapa yang mati," ungkap Suwarno. 

Suwarno mengaku jengah, karena laporan dari peternak tidak direspon dengan baik.

Bahkan saat menyampaikan laporan kematian yang sangat tinggi ini, Suwarno mengaku merasa disepelekan.

Disnakkeswan mempertanyakan kebenaran laporannya, serta penyebab kematian sapi-sapi itu. 

"Sebelum ada kasus PMK, tidak ada kematian sapi yang massif. Penyuluhan Dinas Peternakan juga mengatakan, sapi dengan gejala ngiler dan luka pada kuku, itu gejala PMK," ujar Suwarno.

Suwarno berharap, agar laporannya direspon dengan baik.

Data kematian sapi di antara peternak juga dicatat dan disampaikan dengan sebenarnya.

Sebab jika nantinya ada kompensasi yang diberikan pemerintah, maka bisa memicu gesekan di antara warga.

"Kalau benar ada kompensasi, maka hanya puluhan itu yang dapat. Sementara yang mati sebenarnya ratusan ekor," katanya. 

Lebih jauh Suwarno mengatakan, yang lebih dibutuhkan para peternak adalah obat-obatan.

Karena serangan PMK telah menyeluruh di semua kawasan.

Namun ternyata yang dilakukan justru menggenjot vaksinasi.

Akibatnya penularan di antara sapi justru semakin massif.

Suwarno mencontohkan, sapinya menunjukkan gejala PMK setelah 3 hari divaksin.

Dari 20 ekor, tiga di antaranya akhirnya mati, dua dijual dan sisanya masih proses penyembuhan.

"Alhamdulillah, dengan obat swadaya akhirnya kondisinya membaik. Yang tersisa indukan dan pedet," tuturnya.

Informasi dari staf kantor Kecamatan Pagerwojo, setiap hari sebenarnya ada pendataan di setiap desa.

Namun data ini tidak seluruhnya masuk ke Disnakkeswan.

Dia membenarkan, jika kematian sapi di Kecamatan Pagerwojo mencapai lebih dari 500 ekor.

Tertinggi ada di Desa Penjor, yang hampir menyentuh 300 ekor.

Selain itu du Desa Segawe, jumlah yang mati lebih dari 200 ekor.

Sementara peternak lain, Deni, mengaku  proses pelaporan sapi yang mati tidak mudah.

Misalnya dilaporkan pagi, petugas dari Disnakkeswan bisa datang menjelang sore hari.

"Dari pada kelamaan, mending dikuburkan saja," ucapnya.

Deni juga melaporkan kasus kematian seekor sapinya karena PMK.

Namun ia tidak bisa memastikan, apakah laporan itu masuk data base Disnakkeswan atau tidak.