Berita Tulungagung

Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera Aktif Menjaring dan Mendampingi Pengobatan Pasien TBC di Tulungagung

Penanggulangan TBC di Tulungagung melibatkan orang-orang dari Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Yabhysa). Inilah profil mereka.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
Ketua Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera Cabang Tulungagung, Cut Mala Hayati Anshari. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung menggandeng Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Yabhysa) dalam penanggulangan Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Tulungagung.

Yayasan ini menyiapkan para kadernya untuk aktif menjaring para terduga (suspect) TBC untuk diperiksakan.

Jika dinyatakan positif TBC, kader Yabhysa akan mendampingi proses pengobatan sampai sembuh.

Menurut Ketua Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera Cabang Tulungagung, Cut Mala Hayati Anshari, yayasan ini didirikan pada 2020.

Bermula di tahun 2009, Aisyiyah Pusat digandeng The Global Fund untuk menanggulangi TBC.

Program ini masuk ke Tulungagung di tahun 2016.

Namun di tahun 2020 kerja sama The Global Fund dengan Aisyiyah  ini berakhir.

"Tahun 2020 Yabhysa melanjutkan program itu. Kami independen, tidak di bawah Aisyiyah," terang Cut Mala.

Yabhysa mempunyai kader di 19 Kecamatan, di bawah 32 Puskesmas yang ada di Kabupaten Tulungagung.

Sebelumnya Yabhysa telah mendidik sekitar 120 kader, namun saat ini yang aktif 50 kader.

Mereka aktif menjaring  suspect TB dan memeriksakan sampel dahaknya.

"Kader kami mempunyai kewajiban untuk mendampingi pasien sampai sembuh. Mereka juga  melakukan investigasi 20 kontak pasien, untuk menemukan suspect TBC," sambung Cut Mala.

Yabhysa juga membantu pemenuhan nutrisi pasien TBC yang didampingi.

Karena selama ini belum ada bantuan nutrisi kepada pasien, kecuali susu.

Yabhysa membantu mulai dari beras, buah-buahan hingga makanan ringan bernutrisi.

"Kami menggandeng Lazis Muhammadiyah, dari Aisyiyah untuk memberikan tambahan nutrisi," ujar Cut Mala.

Kader Yabhysa memang tidak punya kewajiban untuk mendampingi pasien yang tidak ditemukannya.

Namun Kader Yabhysa turut melacak pasian yang lost to follow up, atau putus berobat.

Pasien putus berobat ini berpotensi menyebabkan TBC resisten obat.

Karena itu kader Yabhysa ikut melacak mereka dan membawa kembali untuk berobat.

"Dalam satu bulan kami bisa menemukan 2-4 pasien yang putus berobat. Mereka kami kami dampingi untuk meneruskan pengobatan," ungkap Cut Mala.

Temuan pasien yang putus berobat ini rata-rata karena tidak ada dukungan keluarga.

Karena itu kader yang mendampingi mereka sangat penting untuk memastikan kelangsungan proses berobat.

Selain itu  pengobatan TBC yang memakan waktu 6 bulan kerap membuat pasien bosan.

"Apalagi pasien TBC resisten obat yang memakan waktu pengobatan lebih lama," tutur Cut Mala.

Selama ini penjangkauan pasien TBC mengalami kendala penolakan.

Banyak pasien yang menutup diri dan tidak jujur dengan kondisi kesehatannya.

Akibatnya pasien ini menularkan ke lebih banyak orang.

Semua terjadi karena stigma buruk di masyarakat tentang penyakit TBC.

Penyakit ini dinilai penyakit yang kotor, penyakit keturunan, dan penyakitnya orang miskin.

"Karena itu kader kami juga aktif melakukan sosialisasi untuk melawan stigma ini. Bahwa TBC adalah penyakit biasa yang bisa diobati dan bisa sembuh," tandas Cut Mala.

Selama 2022 ini Dinas Kesehatan Tulungagung menemukan 1.332 pasien TBC baru.

Jumlah temuan itu masih  54,43 persen dari target yang ditetapkan, yaitu sebanyak 2.447 pasien.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan RI memberikan target untuk menemukan terduga (suspect) TBC di Kabupaten Tulungagung sebanyak 13.249 orang.

Angka ini berdasarkan prosentase angka kejadian TB dari total jumlah penduduk.

Dari jumlah target itu, Dinkes sudah menemukan 12.384 suspect TBC.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer 
 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved