Tragedi Ritual Pantai Payangan Jember
Pasutri Jadi Korban Tragedi Ritual di Pantai Payangan Jember, Lima Anak Mereka Kini Yatim Piatu
Lima anak yang masih kecil kini jadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya turut jadi korban terseret ombak di pantai Payangan jember saat ritual
Reporter: Sri Wahyunik
TRIBUNMATARAMAN.com | JEMBER - Pasangan suami istri menjadi korban terseret ombak Pantai Payangan, Ambulu, Jember, ketika mengikuti ritual Kelompok Tunggal Jati, Minggu (13/2/2022).
Kini, lima anak mereka pun harus merasakan jadi yatim piatu.
Mereka adalah Syaiful Bahri (40), dan Sri Wahyuni Komariyah (35) warga Dusun Krajan Desa/Kecamatan Ajung.
Keduanya meninggal dunia. Rumah duka keduanya di Desa Ajung sudah didatangi keluarga dan warga sekitar, Minggu (13/2/2022) siang.
Baca juga: Kronologi Lengkap dan Daftar Korban Ritual Berujung Maut di Pantai Payangan Jember
Lima orang anak Syaiful dan Sri berada di ruang tamu ketika Bupati Jember, Hendy Siswanto mendatangi rumah duka itu.
Kelima anak kecil itu, didampingi kakeknya Maid, dan sang nenek, Painah, serta beberapa saudara.
Anak sulung Syaiful, Siti Amelia Malik (15) menceritakan, ayah dan ibunya berbarengan datang ke pengajian kelompok tersebut, sampai akhirnya mengikuti ritual di Pantai Payangan.
Sang ayah baru dua bulan terakhir ikut pengajian kelompok tersebut. Tiga kali, ayah dan ibunya mengikuti ritual ke Pantai Payangan.
"Ritualnya ada ke Pantai Payangan, ada juga ke pegunungan," ujar Amel.
Amel, dan dua orang adiknya yang cukup besar secara bergantian dibawa ikut ke pengajian kelompok tersebut. Pengajian biasanya diadakan di rumah Ketua Kelompok Tunggal Jati, Nurhasan di Desa Dukuhmencek Kecamatan Sukorambi.
"Kadang yang di Abah, dekat rumah," imbuh Amel sambil menyebut salah satu tetangganya.
Sabtu (13/2/2022) malam itu, ayah dan ibunya berangkat berdua tanpa mengajak satu pun anak mereka. Keduanya terlebih dahulu berkumpul di rumah ketua kelompok. Syaiful dan sang istri berangkat dari rumah sekitar pukul 21.00 Wib, Sabtu (12/2/2022).
Sekitar pukul 23.00 Wib, mereka tiba di Pantai Payangan, sisi selatan Bukit Semboja, yang menjadi lokasi ritual.
"Kalau ritual di Pantai Payangan, ayah sudah ikut tiga kali. Yang kedua, sekitar 10 hari lalu," ujarnya.
Ritual di Pantai Payangan
Amel menceritakan perjalanan ritual kelompok tersebut. Amel mengetahui karena pernah sekali diajak orang tuanya mengikuti ritual itu.
Mereka memakai kaus hitam berlogo dan bertuliskan nama kelompok mereka yakni Tunggal Jati. "semuanya berpakaian hitam," tuturnya.
Setelah berada di tepi pantai, mereka berdiri menghadap ke pantai dengan lengan saling bergandengan. Kemudian mereka duduk, masih menghadap laut.
Dalam ritualnya, mereka membaca sejumlah bacaan seperti sahadat, surat Al-Fatihah, beberapa surat pendek, juga bacaan dalam Bahasa Jawa.
Amel menyebut, ritual itu seakan memanggil ombak. "Jadi dari ombaknya kecil, sampai besar. Tubuh memang harus terkena ombak. Ritual berakhir dengan mandi di laut," imbuhnya.
Ritual berakhir sekitar pukul 02.00 Wib. Sebab biasanya sekitar pukul 03.00 Wib, Syaiful dan istrinya sudah tiba di rumah, meskipun kadang pernah tiba selepas Subuh.
Ritual dilakukan setiap penanggalan Kliwon di kalender Jawa. Peristiwa maut yang terjadi dini hari tadi adalah Minggu Kliwon. Ritual sebelumnya digelar Kamis Kliwon atau Kamis (3/2/2022), 10 hari lalu.
Namun dalam ritual yang terjadi pada Minggu Kliwon, 13 Februari 2022, berujung maut. Ombak besar menggulung peserta ritual ketika masih dalam tahapan berdiri.
"Mereka berdiri di tepi laut, sedangkan kondisi ombak besar," ujar Kapolsek Ambulu AKP Ma'ruf.
Ombak Pantai Selatan sedang besar memang diakui oleh juru kunci makam Bukit Semboja, Salidin. "Ombaknya besar, dan sudah saya peseni supaya jangan dekat-dekat laut," ujarnya.
Dalam ritual berujung maut itu, 11 orang meninggal dunia, dan 12 orang selamat.