Berita Tulungagung
KY Mengungkap Ada 146 Laporan Dugaan Pelanggaran Oleh Hakim di Jawa Timur
Komisi Yudisial menyebut ada 146 laporan terhadap hakim di Jawa Timur karena dianggap melakukan pelanggaran etik.
Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
TRIBUNMATARAMAN.com | TULUNGAGUNG - Komisi Yudisial menyebut ada 146 laporan terhadap hakim di Jawa Timur karena dianggap melakukan pelanggaran etik.
Namun sejauh ini belum ada hakim terbukti melakukan pelanggaran seperti laporan yang masuk.
“Jumlah 146 itu adalah laporan yang diterbitkan register dan diproses,” terang Ketua Yudisial (KY), Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata, SH, M.Hum, Minggu (26/9/2021) di Pendopo Kabupaten Tulungagung.
Mukti Fajar hadir di Tulungagung dalam rangka Edukasi Publik Peran dan Fungsi KY dalam Pemenuhan Hak Atas Keadilan Masyarakat.
Menurutnya, jumlah laporan ini adalah yang kedua tertinggi di Indonesia setelah Jakarta.
Diakui Mukti, tidak mudah mengungkap dan membuktikan setiap laporan yang masuk terkait perilaku hakim.
“KY bekerja, kami merespon isu-isu yang muncul di publik tentang permainan hakim. Santer rumor, tapi kami belum ketemu alat bukti,” ungkapnya.
KY tetap prosedural berdasar aturan hukum yang berlaku.
Bahkan KY telah bekerja sama dengan PPATK, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengungkap praktik permainan hakim.
Namun karena permainan yang canggih, sehingga sulit untuk menemukan bukti.
Saat ini skor indeks integritas hakim di angka 6,64 dan diharapkan bisa di angka 7 di akhir 2021.
Sementara target di tahun 2024 skor indeks integritas hakim bisa mencapai 8.
Untuk mencapai angka ini perlu upaya menciptakan kredibilitas peradilan untuk mendapatkan kepercayaan publik.
“Ternyata banyak yang belum kenal KY. Jika ada kasus di peradilan, masyarakat bisa melapor ke KY,” tutur Mukti, usai dialog dengan perwakilan masyarakat.
KY mengkategorikan hakim berdasarkan perilakunya menjadi 3 kelompok, yakni hakim putih, hakim abu-abu dan hakim hitam.
Hakim putih adalah hakim yang perilakunya lurus, sedangkan hakim abu-abu adalah hakim situasional.
Hakim abu-abu kadang berperilaku lurus, kadang bisa diajak main tergantung situasi.
Hakim abu-abu akan dibatas kasus per kasus, apakah masih bisa dibina atau tidak.
Sedangkan hakim hitam adalah hakim yang tidak bisa lagi ditoleransi karena perilakunya yang memainkan perkara.
“KY dan MA (Mahkamah Agung) sepakat hakim hitam ini harus dihabisi. Jika pelanggarannya kategori berat, disidangkan bersama antara KY dan MA,” tegas Mukti.
Tahun 2021 ini ada tiga orang hakim yang disidangkan KY bersama MA karena pelanggaran berat.
Secara umum pelanggaran etika hakim, ada yang terkait dengan perilaku murni, seperti kasus asusila, suka dunia malam dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Perilaku ini masuk kategori merendahkan martabat hakim.
Namun ada pelanggaran yang terkait profesi hakim, seperti menerima uang untuk mempercepat perkara.
Diakui Mukti, ada masalah tekanan pekerjaan karena keterbatasan hakim tidak sebanding dengan jumlah perkara yang ditangani.
Misalnya ada sebuah pengadilan dengan empat hakim, sementara perkara yang ditangani mencapai 7000 per tahun.
“Situasi seperti ini akan membuat hakim mudah menerima tawaran. Misalnya perkara minta dipercepat, dengan imbalan uang,” tandasnya.